Oleh :  Vidia Octavia Fradiansyah
Foto: ilustrasi
Sebagian orang beranggapan bahwa menulis itu merupakan suatu perasaan kesepian dan sekedar penyampaian nalar, tapi menurut saya menulis adalah ‘unlimited’soal usia. Ya, usia hidup seorang manusia itu konkrit, jelas adanya dan pasti akan datang sesuai naskah yang diciptakan Tuhan.

Namun ‘unlimited’ disini adalah semua orang bisa membuat usia hidupnya lebih lama dengan tangannya sendiri serta memiliki rima dalam setiap nafasnya, lebih lama disini bukan raga yang hidup di bumi tapi karya yang selamanya akan hidup dan menjadi nada tersendiri untuk kehidupan seseorang.

Saya ingat Chairil Anwar seorang penyair yang terkenal dengan kata-kata yang bringas dan liarnya berkata “Aku ingin hidup seribu tahun lagi”. Semua orang ingin hidup kekal di dunia yang penuh dengan kenikmatan-kenikmatan tanpa batasnya, hanya saja raga tetaplah raga bak daging segar yang ada saatnya mati dan membusuk.

Menulis adalah kekal yang tak terhalang mati, membusuk, membau, sirnah atau lainnya. Menulis itu abstrak, ketika ribuan kata-kata berserakan dan kalimat-kalimat membungkam nalar dan perasaan saat itu kita belajar kepuasan.

Scribo Ergo Sum'-  Aku menulis maka aku ada. Saya selalu menyimpan kalimat tersebut dibeberapa akun sosial. Saya sepakat bahwa menulis adalah karakter. Ketika menulis saat itu kita membongkar ‘siapa kita’ melalui apa yang kita paparkan. Tanpa menulis kita itu tidak ada.

“Mulailah menulis! menuangkan apa yang akan menjadikan kita kekal.
Mulailah menulis! keluarkan apa yang patut kita bagikan.
Mulailah menulis! Gerakan lenganmu dan membongkar serta menjelahi dunia melalui rasa.”
Tak ada alasan untuk menghentikan jemari bergoyang, karena menulis adalah keberanian menggarukan seluruh gagasan dengan cara sederhana dan elegant.

Keep be yourself and fearless to creativity!

Penulis adalah mahasiswa UBK, Fakultas Hukum dan pengurus LPM Marhaen