Vidia Octavia Fradiansyah





Merapat, meniduri keamanahan di ruang kesakralan,
Menengadah lidah, mengalah dalam pembunuhan hak,
Jejeran genjer menumpang lepas penat,
Seharian mengumbar kata-kata persetubuhan dengan alam.

Mati! Mati sudah suara yang dikeramatkan,
Hancur! Hancur sudah sistem yang digenggam,
Kini malang nasib jutaan bebek-bebek berdarah segar,
Jari dinistakan, si genjer tertawa lebar,
Suara digemakan, si genjer berjejer santai.

Ah! Kau telan jantung si pemilik ibu pertiwi,
Kau kunyah lalu buang di tanah sendiri,
Sudikah kau berbalik meminta nadi kami?
Setelah suara dibungkam lalu disurikan.

Kami bukan lagi bebek-bebek yang dianggap segar,
Kami toak si pengobar lagu-lagu pengulitan,
Mati dikubur, suara jalan mengaung,
Nurani tersungkur, cakar mencakrawati tanah leluhur,
Langsung, langsung, langsung!
Lidah belum menjulur, demokrasi berenang lalu menang.