Emir Purnama

Gambar Ilustrasi


Marhaen- Jakarta,
Koalisi Independen untuk Demokrasi Penyiaran (KIDP), menuntut agar pemerintahan baru segera mengambil langkah kongkrit dalam sektor komunikasi dan informasi yang lebih demokratis. Terjadinya kartel (pemusatan) kepemilikan yang melanggar peraturan perundang-undangan, lemahnya infrastruktur telekomunikasi selama lima tahun ini membuat negara kita tertinggal dalam merespon perubahan dunia komunikasi yang begitu pesat.

Keterlibatan Kemenkominfo, secara struktural maupun pendanaan, dalam Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) membuat kedua lembaga regulasi tersebut kurang independen dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Bila dilihat di negara yang menerapkan sistem demokrasi seperti, ACMA (Australia), FCC (AS), dan OFFCOM (Inggris) lembaga regulasi penyiaran dan telekomunikasi sepenuhnya bersifat independen, tidak dibawah kementrian dan berorientasi pada kepentingan publik, maka seharusnya KPI dan BRTI harus menyatu.

Digitalisasi penyiaran, sebagai suatu kebijakan yang berkenaan dengan hajat hidup orang banyak, semestinya diatur oleh peraturan setingkat undang-undang. Peraturan Menteri No.22 yang telah dibatalkan Mahkamah Agung masih tetap dipergunakan sebagai dasar bagi peraturan dan keputusan menteri berikutnya. Keputusan Menteri Kominfo Nomor 729 dan Nomer 730 Tahun 2014 yang notabene cacat hukum tentang peluang usaha penyiaran multipleksing yang memungkinkan penjualan frekuensi penyiaran kepada operator telekomunikasi.

Koalisi Independen Untuk Demokrasi Penyiaran (KIDP), memberikan tantangan untuk pemerintahan baru agar segera membereskan: 1. Perampingan Kemenkominfo, 2. Revisi UU ITE, 3. Persoalan pemusatan kepemilikan lembaga penyiaran swasta, 4. Evaluasi Perizinan, 5.Kebijakan digitalisasi penyiaran, 6. UU Penyiaran baru, 7. Penguatan dan Pemberdayaan Lembaga Penyiaran Publik: RRI dan TVRI, 8. Jabatan dan Posisi Menteri Komunikasi dan Informatika.

KIDP ini beranggotakan: Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), Pemantauan Regulasi dan Regulator Media (PR2MEDIA) Yogyakarta, Rumah Perubahan Lembaga Penyiaran Publik (Yogya), Remotivi (Jakarta), Yayasan TIFA (Jakarta), Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) Jakarta, Media Link (Jakarta), Masyarakat Cipta Media (Jakarta).