Oleh. emir purnama-mahasiswa UBK


Pemuda merupakan suatu klasifikasi dari tatanan masyarat yang mempunyai peranan yang sangat penting – terkadang mementukan – bersifat sangat fleksibel (luwes) karena pemuda bisa memasuk diberbagai sektor masyarakat. Dengan analisa dan melihat dari sifat pemuda itu banyak sekali manfaat yang bisa dikerjakan yang nantinya akan berguna bagi masyarakat luas. Lalu apa itu Pemuda.? Pemuda adalah seseorang mempunyai (secara fisik) usia yang relatif lebih rendah (16-30 Thn) yang mempunyai jiwa merdeka yang karena masih mencari jati dirinya.

Umumnya pemuda beraktifitas di luar lingkungan produksi atau bisa dikatakan belum bekerja seperti halnya pelajar dan mahasiswa. Ada pula pemuda yang secara usia dan keterampilan (pedidikannya) belum memadai tetapi sudah terjun dalam proses produksi (bekerja), seperti anak-anak dari buruh, tani dan kaum miskin kota. Mengapa demikian.? Karena itu semua disebabkan dari sistem penindasan dan penghisapan yang dilakaukan oleh Neolib (Imprealisme) dan pelayan setianya dalam negri – pemerintahan reaksioner – (Komprador, Kabir dan Tuantanah) yang terus menindas kaum muda agar mengabdi dan menjadi babu untuk kepentingan mereka.

Jika dilihat dari aspek usia, mereka berjumlah 82,2 juta lebih (2008) dari jumlah penduduk Indonesia sebesar 228,5 juta lebih yang mengalami kenaikan seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Dari jumlah tersebut, mayoritas tersebar sebagai pelajar dan mahasiswa, buruh, tani, borjuasi kecil perkotaan lainnya (seperti: pekerja merdeka, intelektual, dll). Ketersebaran di setiap sektor dan ciri-ciri khusus menjadikan kedudukan dan peranan pemuda sangat penting sebagai kekuatan produktif dan tulang punggung revolusi.

Indonesia sebagai negeri yang kaya raya, dengan sumber daya alam yang sangat melimpah dan dengan sumber daya manusia yang sangat banyak (kuantitas) dan terampil dalam bekerja dan belajar (kualitas) menjadikan Indonesia negeri yang seharusnya sejahtera, makmur dan menjadi negeri yang besar. Apalah daya Indonesia yang katanya “NKRI HARGA MATI” tapi kenyataannya sedang sakit dan hampir mati, bahkan hidup tidak matipun belum. Ini semua bersumber dari adanya sistem yang menindas dan menghisap yang tidak berkeadilan dalam bidang ekonomi, politik dan budaya. Sistem tersebut adalah sistem Kapitalisme dan sekarang sudah menuju kepada sistem yang lebih tinggi tingkatannya adalah Imprealisme. Sejak awal proklamasi kemerdekaan negara Indonesia berdiri 17 Agustus 19945,  Imprealisme yang dipimpin oleh Amerika Serikat terus mencoba menggagalkan revolusi negara Indonesia agar tidak menjadi bangsa yang mandiri dalam ekonomi, berdaulat dalam politik dan berkepribadian dalam budaya.

Puncak dari itu semua adalah peristiwa G30S/1965 yang di-skenarioi oleh Imprealis AS dan dilakoni oleh Jendral Kanan AD. Intisari dari peristiwa tersebut adalah untuk menggulingkan kekuasaan Bung Karno dan membinasakan gerakan revolusioner dan termasuk orang-orang revolusioner. Pasca dari peristiwa tersebut adalah dimana Indonesia yang mencita-citakan negri yang aman, adil, makmur dan sejahtera kini berbalik menjadi negri yang menghamba pada – modal asing – Neoliberalisme (Imprealis AS) dan Tuantanah dari sisa-sisa sistem feodalisme. Melihat dari itu semua kita dapat menyimpulkan bahwa “Revolusi Agustus 1945” telah gagal dan negara Indonesia saat ini adalah negara Neokolonialisme (penjajahan model baru) dan Sisa-sisa Feodalisme yang amat berat dan dibawah rezim fasis militer.

Dan sampai detik ini, selama belum adanya perubahan yang subtansial dari gerakan massa rakyat Indonesia, negeri ini tidak akan pernah lepas dari kungkungan Imprealisme dan antek-anteknya dalam negeri (komprador, kapitalis birokrat, militer dan tuaantanah diperdesan). Hanya omongkosong belaka bila rakyat Indonesia mengandalkan sosok individu yang seolah-olah turun dari langit untuk membawa perubahan. Pada hakikatnya meraka sama saja sebagai antek dari Imprealis. 
Penghisapan dan penindasan tersebut menjadikan pemuda tani dan buruh juga mengalami keterbelakangan secara budaya, penghisapan ekonomi dan tindasan politik. Mereka mendapatkan halangan secara sosial ketika mendirikan ormas yang mandiri dan sejati dengan cap-cap yang disematkan oleh para kabir dan tuan tanah, seperti: subversif, komunis muda, dll.
 
Segudang janji-janji kosong yang ingin menerapkan program pro-ke-rakyatan padalah menindas dan terus mehisap hasil-hasil kerja rakyat dan kaum muda. Katanya berdaulat dalam politik padahal demokrasi yang diterapkan ala imprealis (liberal), yang katanya mandiri dalam ekonomi padahal mengabdi pada modal asing dengan membuka investasi secara besar-besaran yang secara tidak langsung Indonesia telah diombal untuk kepentingan Imprealis, yang katanya berkeribadian dalam budaya padahal nyatanya kaum muda dijejali dengan totonan yang tidak bercirikan budaya asli Indonesia, apalagi biaya untuk menimba  pendidikan secara ilmiah, demokratis dan patriotik malah semakin melambung tinggi.

Sejarah menunjukkan peran penting pemuda dalam gerakan pembebasan nasional, Revolusi Agustus 1945, dan Gerakan Mei 1998. Akan tetapi, penghisapan dan penindasan imperialisme, feodalisme dan kapitalisme-birokrat membuat mereka terlempar ke jalan ketidakpastian masa depan, seperti: PHK massal, ketiadaan kesempatan kerja, penghidupan yang tidak layak, biaya pendidikan yang mahal, keterbelakangan sosial, dan diskriminasi.  Di bawah sistem penindasan Neokolonial – Sisa-sisa Feodal (NSF), masa depan mereka menjadi suram di lapangan ekonomi, politik dan kebudayaan sehingga tidak memberikan tempat bagi pengembangan diri untuk belajar dan bekerja yang benar dan terjamin. Dengan demikian, perkembangan kekuatan produktif pemuda terhambat selama sistem penindasan berlangsung terus. Kepentingan sosial-ekonomi mereka sangat berkepentingan terhadap tersedianya lapangan pekerjaan dan pendidikan yang patriotis, ilmiah, demokratis, dan kerakyatan.

Pemuda Revolusioner adalah kaum muda secara khusus aktifitasnya mengabdi bagi kepentingan Revolusi. Apakah itu revolusi.? Revolusi secara singkat adalah penggulingan sistem yang lama/usang (yang menindas/Neolib) digantikan dengan sistem yang baru/revolusioner (yang lebih Demokratis) dengan cara cepat. Revolusi Agustus 1945 berkarakter “Revolusi Demokratis-Borjuis Tipe Lama”. Kenapa berkarakter “Revolusi Demokratis-Borjuis Tipe Lama”.? Sedikit uraian tentang Revolusi Agustus 1945;

1.    Terjadi ketika sistem sosial yang berkuasa dan utama adalah feodal yang telah lapuk, dan bibit dari sistem kapitalisme mulai berkembang.

2.Terjadi pada saat kapitalisme mulai berkembang dan mendominasi kehidupan masyarakat. Tahun 1789 di Perancis, 1848 di Jerman dan berbagai belahan Eropa, 1776 di Amerika.

3.Pimpinan utama secara teori dan praktik adalah penguasa sistem kapitalisme, yaitu klas borjuasi. Kaum tani dan klas proletar (masih embrio) turut serta dalam revolusi namun belum dapat menghegemoni.

4. Revolusi ini memiliki sasaran utama klas tuan tanah feodal dan bertujuan mendirikan diktatur borjuasi. Selanjutnya akan terus membangun dan memantapkan dominasi sistem kapitalisme.

Dan Revolusi yang akan datang adalah yang berkarakter “Revolusi Demokratis-Borjuis Tipe Baru”. Kenapa berkarakter “Revolusi Demokratis-Borjuis Tipe Baru”.?  Sedikit uraian tentang Revolusi Demokrasi Rakyat berkarakter “Revolusi Demokratis-Borjuis Tipe Baru” yang akan datang;

1.Terjadi ketika sistem sosial yang mendominasi adalah kapitalisme dan telah mencapai tingkatan tertingginya yg paling lapuk, serakah, dan sekarat (tingkatan monopoli-imperialisme).

2.Terjadi setelah kemenangan Revolusi Besar Sosialis Oktober 1917 yang menandai bahwa sosialisme akan semakin maju.

3.Klas proletar telah mampu memberikan kepemimpinan secara teoritis dan praktis dalam perjuangan revolusioner melalui ideologi, politik, dan Partainya.

4. Revolusi ini memiliki sasaran klas borjuasi besar yang menjadi komprador imperialis dan tuan tanah besar (imperialisme dan feodalisme), dan bertujuan mendirikan diktatur demokrasi rakyat (diktatur rakyat) dengan aliansi dasar klas buruh dan kaum tani dipimpin proletariat. Diktatur ini adalah diktatur demokrasi rakyat, bentuk tahapan dari diktatur proletariat. Sistem yang akan dibentuk adalah menuju sosialisme, selanjutnya komunisme. Maka, setelah kemenangan total revolusi demokratis-borjuis tipe baru akan terus dilanjutkan tanpa jeda dengan revolusi sosialis (pembangunan sosialis).

 Lalu bagaimana bekerja untuk kelangsungan revolusi bagi pemuda revolusioner.? Sebelum kita menjawab itu, kita menganalisa situasi pemuda saat ini. Di bawah ini uraian singkat situasi pemuda yang tersebar dari berbagai klas-klas;

Pertama, Pemuda buruh sebagai bagian kekuatan produktif termaju, klas buruh (proletariat), menghadapi perasan hidup yang berlipat melalui penghisapan nilai lebih dalam aktivitas produksi. Watak mereka dibentuk dalam serangkaian produksi yang bersifat massal dan kolektif dalam kesatuan disiplin kerja.  Mayoritas mereka bekerja pada industri bergantung seperti halnya negeri-negeri lain di bawah penindasan sistem NSF yang bercirikan: industri manufaktur yang hanya dilengkapi teknologi rendah atau menengah yang diimpor dari kapitalis monopoli asing, tidak membutuhkan tenaga besar yang memiliki ketrampilan tinggi dan terdidik baik, tidak berbasiskan industri dasar, dan berorientasi eksport. Dengan keadaan ini, pemuda buruh yang memiliki potensi tinggi hanya dibatasi untuk menjadi pelayan kapitalis monopoli asing—melalui bonekanya borjuasi besar (kapitalis birokrat/komprador)—dan mengalami keterbelakangan dalam aspek kekuatan produktif dibandingkan di negeri-negeri industri.
  
Keadaan pemuda buruh ini menjadikan mereka menjadi sasaran empuk penghisapan imperialis dan borjuasi besar yang mudah dipakai dengan harga murah dan dibuang tak berarti. Walaupun demikian, pemuda buruh (perempuan dan laki-laki) mendapatkan pelajaran banyak dari sistem kerja yang dilalui dan membentuk karakteristik khusus, yakni: kolektifitas yang tinggi. Kebiasaan bekerja dalam keterhubungan kerja yang integral, tuntutan disiplin tinggi dan bersifat massal (sosial) dalam produksi menjadikan memiliki rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesama buruh dan terbiasa dengan kehidupan kolektif. Ini yang membuat karakteristik sosialisme dalam klas proletariat. Hal demikian bukan berarti buruh akan mudah begitu saja memahami penindasan yang dialami, karakter yang terbentuk dan kesadarannya secara spontanitas. Akan tetapi, dari setiap jutaan buruh yang tersebar di pabrik-pabrik dan unit-unit kerja lainnya (sesuai sektor atau jenisnya) pasti melahirkan beberapa pimpinan massa yang memiliki kesedaran relatif lebih tinggi dibandingkan massa buruh lainnya—secara inisiatif, pengetahuan, keberanian, kecakapan, keteladanan, dan lain-lain. Itu merupakan hukum obyektif yang tidak bisa dipungkiri.

Kedua, Bagaimana dengan pemuda tani.? Mereka memiliki problem umum yang sama dengan kaum tani, yakni: penghisapan oleh sisa-sisa feodalisme. Basis sosial dalam sistem penghisapan sisa-sisa feodalisme, yakni: monopoli tanah, ekonomi komoditi dengan orientasi ekspor, produksi skala besar dalam perkebunan atau sektor agraria lainnya. Keadaan ini membuat pemuda tani tidak mampu mengembangkan kekuatan produktif karena sistem itu tidak membutuhkan tenaga yang trampil dan terdidik baik serta diupah secara murah.

Kaum tani, di seluruh lapisan klasnya, merupakan klas dari sistem lama (feodalisme) yang memiliki sejarah lama dalam cara bekerja dan kepemilikan alat produksi perseorangan. Dengan demikian, ia berbeda dengan proletariat yang bekerja dalam sistem kapitalis yang memiliki kesatuan sistem produksi, disiplin kerja tertentu, dan sistem pengupahan tertentu. Selain itu, sistem penghisapan proletariat melalui pencurian nilai lebih (surplus value) berbeda dengan kaum tani yang melalui surplus product. Perbedaan itu juga membentuk karakteristik khusus pemuda tani yang terbelakang (kekuatan produktif) dibandingkan pemuda proletariat. Ini buah dari kerusakan sistem NSF yang menempatkan penghisapan sisa-sisa feodalisme sebagai basis sosial imperialisme.
 
Ketiga, borjuasi kecil (BK) perkotaan, seperti: intelektual (pelajar, mahasiswa, dosen, guru), pekerja merdeka (wartawan, pengacara, dokter, seniman, dll), pengusaha dan pedagang kecil, dan PNS rendahan. Pemuda pada klas ini merupakan golongan bermilik kecil yang berlapis tingkatannya, yakni: bawah, menengah dan atas. Mereka memiliki peluang dan keinginan untuk meningkatkan kapitalnya dengan menggunakan kemampuan kapital kecil sebelumnya dan aspek kelebihan pada intelektual yang dimiliki. Setiap tingkatan dalam klas BK menunjuk sebuah kedudukannya dalam relasi produksi dan juga politiknya. Bagi pemuda yang menjadi guru rendahan di sebuah sekolah merupakan BK lapisan bawah yang tidak melebihi keadaan ekonomi seorang pengusaha kecil yang menguasai alat produksi dan mempekerjakan beberapa pekerja.  Begitu juga, mahasiswa memiliki kelebihan yakni pada aspek intelejensia yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengakumulasi kapital—seperti halnya pekerja merdeka.

Masalah kaum intelektual tidak lepas dari ranah BK ini. Kemampuan pada aspek pengetahuan dan ketrampilan menjadikan mereka menjadi golongan yang juga dipergunakan borjuasi besar dan menengah dalam di sektor-sektor khusus. Walaupun demikian, mereka juga adalah kelompok yang sering dihisap dan ditindas jika mengajukan tuntutan-tuntutan demokratis dan mengambil sikap politik yang progresif. Keadaan krisis kronis yang berkepanjangan mengakibatkan mereka kehilangan pendapatan, jaminan kerja dan hidup yang layak—khususnya BK seksi tengah dan bawah. Selain itu, mereka tidak mendapatkan kesempatan luas dalam berpatisipasi secara ekonomi, politik dan kebudayaan sehingga mengalami kemacetan dalam mengembangkan diri mereka. Keterpurukan ini membuat rentan bagi pemuda dari klas ini jatuh dalam kebudayaan terbelakang imperialisme yang ditandai dengan sikap individualisme yang tinggi dan jatuh pada sikap: bimbang, sinis, dan sensasional.

Keempat, penganguran. Kelompok ini adalah cadangan proletariat yang tidak tertampung dalam industri. Pengangguran di Indonesia memiliki hubungan erat yang dengan orientasi ekonomi politik yang bergantung pada kapitalis monopoli asing dan berbasis pada penghisapan sisa-sisa feodalisme. Dampaknya, kekuatan produktif ini tidak mendapatkan tempat dalam sistem NSF yang lebih membutuhkan tenaga-tenaga murah, ketrampilan dan pendidikan rendah, dan menerapkan fleksibilitas tenaga kerja.

Di Indonesia saat ini, pengangguran mencapai + 42 juta lebih yang terbagi atas pengangguran tetap dan pengangguran yang hanya bekerja serabutan bersifat jangka pendek. Mereka tersebar di pedesaan dan perkotaan. Beberapa pemuda pada lapisan ini, di perkotaan, jatuh ke dalam tindakan-tindakan anti sosial seperti: penggunaan narkoba, pencopet, perampok, penipu, pelacuran, geng-geng, dll. Sedangkan pemuda yang pernah mengecap pendidikan menengah atau tinggi hanya mampu melakukan kerja serabutan yang sifatnya sementara. Demikian halnya pemuda desa yang kehilangan tanahnya meninggalkan desa menuju kota menjadi pedagang kecil hanya dalam beberapa bulan saja karena tidak mendapatkan perbaikan hidup yang diharapkan.

Dengan kita mengetahui analisa tersebut dari setiap klas pemuda, kita dapat dengan mudah menggolongkan kaum muda agar ikut berjuang bersama dalam Revolusi Demokrasi Rakyat. Analisa tersebut memudahkan kita agar nantinya ketika menghadapi masalah yang timbul dari mereka kita dapat mengatasinya dengan mudah. Hal yang paling dasar agar pemuda mau berjuang bersama guna Revolusi Demokrasi Rakyat adalah membangkitkan, mengorganisasikan, dan memobilisasi atau menggerakkan kaum muda. Pada dasarnya tiada gerakan revolusioner tanpa teori revolusioner, begitupu sebaliknya.

Pemuda revolusioner hanya bisa dibuktikan ketika bersedia mengintegrasikan diri dengan buruh, tani, dan lapisan klas tertindas lainnya. Dengan cara demikian pemuda dapat membajakan daya orientasinya di tengah kepungan tindasan politik, penghisapan ekonomi, dan keterbelakangan budaya yang dipelihara dua sistem penindasan yang telah sekarat. Ia hanya akan maju jika menempa cara belajar yang maju yakni memadukan pengetahuan dan pengalaman praktis dalam revolusi melalui langgam perjuangan yang benar, yaitu: memadukan teori dengan praktek, berhubungan erat dengan massa, dan menjalankan kritik-otokritik. Demikianlah cara yang dapat memajukan aspek kebudayaan pada pemuda yang ditandai sikap ilmiah, cinta tanah air, demokratis, dan pro rakyat.

Hidup Rakyat !!!
Hidup Pemuda !!!
Bangkitlah, sampai kemenangan ada digenggaman.



Referensi: Gerakan Pemuda Revolusioner, Acuan Organisasi Revolusioner.