Oleh: Asep Irama






           Sejarah Indonesia telah mencatat heroisme peran pemuda yang tidak bisa ditampik. Semangat nasionalisme untuk mewujudkan Indonesia merdeka begitu besar, seiring dengan perilaku imperialis penjajah yang menjadi tetek bengek kesengsaraan masyarakat pribumi. Berarti, spirit “menolak patuh” ini, pada akhirnya, membawa angin segar pada siklus kemerdekaan Tanah Air. Atas dasar itu, pemuda bukan sekadar dipandang sempit secara sosiologis, tetapi pemuda sejatinya merupakan icon, spirit, dan symbol perubahan dan idealisme.
Pada bagian lain, runtuhnya rezim tiranik-hegemonik Orde Baru pun acapkali bersentuhan dengan peran pemuda. Tumbuhnya kelompok massa kritis yang digawangi oleh pemuda berhasil menumbangkan rezim Soeharto yang berkuasa  selama 32 tahun. Sehingga, melalui jargon reformasi, lahirlah gelombang demokrasi: menguatnya tatanan sosio-kultural berbasis keberasamaan dan integrasi. Betapa pemuda memang memiliki jejak rekam luarbiasa untuk mewujudkan pemberdayaan NKRI: berdaulat, adil, dan makmur.
Tak ayal,  bapak proklamator RI Soekarno, lewat semboyannya yang begitu populer, juga memproyeksikan potensi besar yang  yang dimiliki pemuda. Soekarno, dalam kalimat fenomenelnya, menegaskan, “Berikanlah saya 10 pemuda, niscaya akan saya guncang dunia.” Perkataan Soekarno jelas bukan bualan alegoris, tetepi sahih sebagaimana rekam laku pemuda selama ini. Mencermati begitu besarnya potensi pemuda, tak heran kemudian Indonesia diyakini akan mampu menuju fase yang lebih baik  bila mampu mengoptimalkan potensi pemuda melalui segala dimensi dan metodenya, pemerataan pendidikan, misal.
Apalagi, bonus demografi, yakni meningkatnya populasi usia produktif, tentu juga pemuda, justru menjadi keuintungan tersendiri. Usia produktif pemuda selalu dipercaya dapat memberikan kontribusi riil atas pola pembangunan di Indonesia. Sepuluh orang pemuda, kata Soekarno, adalah representasi dari sepuluh spirit idealisme. Sepuluh adalah bukti, bahwa kuantitas dan jumlah sedikit bukan mustahil membawa laju nahkoda pemerintahan menuju dermaga kemakmuran.

Pemuda dan Politik

Politik adalah suatu keniscayaan. Tampilnya pemuda  dalam kancah politik tentu  tidak lepas dari misi perubahan yang diemban. Pemuda diharapkan tampil sebagai pelopor dalam  mengawal perubahan. Di tengah hiruk-pikuk  dinamika politik yang seringkali berbenturan dengan spirit kejujuran,  maka tampilnya pemuda akan membuka lembar babak baru: usaha pemudauntuk lepas dari jerat kultur politik yang justru memenagkan egoisme sepihak serta kepentingan pribadi dan kroni. Tantangan riil pemuda, sebenarnya, menata bangunan sosial-politik menuju fase baru yang disebut oleh Soekarno dalam Trisakti: berdaulat secara politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadiaan dalam budaya.
Begitu banyak pemuda hari ini yang memilih trah praksis politik. Susunan keanggotaan di jajaran legislasi, umpamanya, baik di daerah dan pusat, banyak diduduki pemuda.  Tampilnya pemuda dalam panggung politik Tanah Air tidak hanya sebatas mewarnai, tetapi diharapkan mampu memberikan warna dengan mencerminkan politik santun yang mengedepankan semangat, etika, dan moralitas. Sehingga, pemuda bisa dipandang sebagai teladan politik menuju arah terwujudnya politik substantif.
Tentu saja, menguatnya minat pemuda dalam ranah politik penting diapresiasi. Ini merupakan bentuk kedewasaan  demokrasi, pertama, yang memberikan kesempatan kepada siapapun untuk berkontribusi dan berpartisipasi di wilayah politik. Kedua, politik akan juga menguji idealitas pemuda: bagaimana mereka melakukan sinkronisasi atas ideologi dan aplikasi. Sangat sulit, memang.
Pendidikan politik yang diselenggarakan partai turut disinyalir memberikan sumbangan dalam menumbuhkan minat politik pemuda. Pematangan kader melalui penyelenggraan  pendidikan politik menjadi penting  untuk memantik  minat politik pemuda. Dengan begitu, politik juga menjadi dasar lahirnya  nalar kritis pemuda dalam mengawal demokrasi dan merumuskan sejumlah terobosan untuk membangun Indonesia yang bermartabat.

Politik Substantif dan Peran Pemuda

Warta media, baik cetak atau online, bahkan setiap hari menyuguhkan kabar kehancuran tatanan pemerintahan tentu juga menjadi tantanan politik yang dilakoni banyak elit. Semakin marak dijumpai berjibun tontonan politik yang menampilkan keserakahan, adu domba, dan saling sikut yang, sadar atau tidak,  justeru makin melumpuhkan semangat politik substantif. Politik yang mengedepankan keharmonian dalam “satu ranjang” , kejujuran,  dan moralitas adalah agenda politik masa depan. Tentu, pada konteks ini, peran pemuda menemukan konkresitasnya.
Sebenarnya, menubuhkan nalar kritis dapat dilakukan  melalui beberapa tahapan penting. Misal, melalui penggalangan “massa kritis” (critical mass) yang terbentuk dari organisasi-organisasi civil society yang mempunyai komitmen tangguh: meningkatkan peran pemuda dan membantu mereka mengeksplorasi potensinya, terutama soal politik. Taktik ini bisa ditempuh dengan (i) meningkatkan kegiatan kerjasama antar  kelompok; (ii) memperkuat jaringan antar organisasi civil society dengan organisasi kepemudaan, dan (iii) membantu langkah-langkah mereka untuk  mempengaruhi jalannya pemerintahan lewat parlemen dan partai politik.
Menumbuhkan peran pemuda sebagai investasipolitik Tanah Air, berhukum fardlu. Tetapi lebih esensial dari itu, kaum muda sangat diharapkan dapat bangkit dan melawan segala pernik pengingkaran terhadap hak masyarakat dan pengkhianatan yang dipertontonkan oleh  korporasi di Negeri ini. Pemuda di berbagai daerah harus mampu mengintegrasikan kemampuan dan kekuatannya dalam mengawal purifiksi politik kepada masyarakat. Pada akhirnya, perilaku politik bersih, berkualitas, dan santun akan menjadi angin segar untuk membentang layar politik substantif menuju demokrasi yang berkeadaban.

Dengan begitu, tanpa harus menafikan peranan komponen lain, peran pemuda sangat besar dan penting dalam mewujudkan politik substantif. Pertisipasi pemuda, baik melalui politik maupun pengawasan dengan organisasi  kepemudaan akan sangat membantu terbentuknya NKRI. Bagaimanapun, potensi pemuda benar-benar akan selalu menjadi tulang pungunggung bangsa dalam mengawal cita-cita dan amanat reformasi