Vidi
 
Sumber: Google


Sudah 30 tahun Pers menjadi payung pengetahuan yang menyeluruh bagi suatu bangsa. Setelah ditetapkannya pada 23 Januari 1985 dan diselenggarakan setiap tanggal 9 Februari 1985, Hari Pers Nasional adalah ajang pesta rakyat bagi pers yang merdeka dan berazas demokrasi.


9 Februari bukan saja hari pengukuhan dan kedaulatan dari berbagai Pers di Indonesia, melainkan penyatuan pemikiran untuk memajukan pers dan kemajuan bangsa dalam memperoleh, mengelola dan menyebarkan segala bentuk informasi dengan aktualitas yang diutamakan.



Jika dilihat, Jurnalistik dan Pers adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling terkait baik secara teoritis maupun praktis. Kedua hal tersebut sama-sama bermuara pada kegiatan kewartawanan dan kepenulisan, bahkan sebuah layanan jasa bagi khalayak luas dalam pengelolaan informasi. Yang tidak tahu menjadi tahu, yang tanda tanya menjadi titik. Namun jika ditelisik, perbedaannya lebih kepada konteks pemahamannya saja, jika Jurnalistik lebih kepada kegiatan atau proses kerja dalam kewartawanan, lain hal dengan Pers yang merupakan lembaga penyiaran dari kewartawanan.



Sebuah bangsa besar lahir ketika artistik dan jurnalistik menjadi alat pertahanan diluar permainan sebuah politik bangsa. Artistik lahir dengan keluwesan jemari menyiluetkan tatanan kehidupan, sedangkan jurnalisik dilahirkan sebagai pengetahuan yang murah untuk di publisitas yang sifatnya universal. Jurnalistik dan Pers adalah komponen yang saling bersinergi dalam mewujudkan kemutuan bangsa.



Ini sesuai dengan tagline dari Hari Pers Nasional (HPN) 2015, yaitu “Pers Sehat, Bangsa Hebat”.

Dari sehat lahirlah pemikiran bersih, dari pemikiran bersih terciptalah perwujudan karya yang luar biasa.

Pers yang sehat tidak hidup dibawah intervensi pemiliknya, tetapi tumbuh dan berkembang dengan keobjektifan agar menjadi literasi komunikasi yang tetap berdiri di garda depan suatu bangsa.



Bila kemarin banyak kekerasan yang terjadi pada Jurnalis, maka semoga hari ini bahkan seterusnya tidak lagi terulang hal serupa. Jurnalis bukan musuh rakyat dan aparat, melainkan jembatan penghubung antara lautan yang direndami keegoan dan kekuatan segelintir kelompok masyarakat.

Jurnalis dan Pers juga bukan alat dan tujuan, tetapi komponen yang kontinuitas antara informasi, pengetahuan dan masyarakat luas.



Oleh karenanya, kami mengapresiasi Hari Pers Nasional sebagai hajatan tahunan untuk insan-insan yang bergelut dibidang Jurnalistik. Harapannya semoga Pers tetap berdiri di garda depan suatu bangsa, tanpa adanya penunggang yang sibuk mencari dan membersihkan citra pribadi atau golongan. Terlebih lagi Pers sampai dijadikan alat untuk memperkuat benteng pertahanan dari beberapa kaum elit. Karena Pers bersih dilahirkan dari kelegowoan, bukan keambisian. Dari Pers yang bersih pula, suatu bangsa dapat selangkah lebih maju.



Salam Pers Indonesia!