oleh. Aditya
Ristianang
Foto: Aditya Ristianang
Marhaenpress- Dalam
setiap hal yang kita lakukan pasti ada tujuan yang ingin kita capai, maka
kenapa orang menganggap tujuan adalah destinasi akhir dari setiap usaha yang
dilakukanya. Tujuan pada prinsipnya adalah target dimana setiap orang berusaha
mencapainya, tetapi target yang tak hanya stuck
ketika sudah mencapainya, target yang berkembang seiring hasrat keinginan dan
paksaan kebutuhan yang selalu ada berganti hari. Orang modern jaman sekarang
yang hidup dalam hegemoni instan seolah mengaburkan tujuan dari segala
aktivitas sehari-hari, bahkan dalam jangka panjang.
Mari
sedikit berfilsafat, Apa yang ditunggu
orang setelah hujan? pelangi, mayoritas menjawab itu. Tapi mari kita berfikir beda.
Logikanya apa yang diharapkan ketika terjadi hujan? Genangan air di tanah atau
kah pelangi? Ambil kata kita setuju yang diharapkan setelah hujan adalah
genangan air di tanah, karena itu kenapa Tuhan memberikan umatnya hujan, agar
tumbuhan dapat hidup dan manusia dapat minum, pelangi adalah bonus dari
pertemanan bumi, udara dengan hujan. Bukankah lebih indah ketika kita melihat
tumbuhan hijau? Bukankah lebih indah melihat bayangan wajah kita dalam genangan
air daripada sekedar pelangi? Lupa nikmatnya proses sehingga terburu-buru atau
menunggu hasil adalah kesialan terbesar dalam hidup.
Yang
penting jalan dulu, atau orang jawa bilang
sek penting mlaku ndisik adalah ungkapan yang sering kita dengar di jaman
modern ini, semua dilakukan dengan semampunya dan sedapatnya tanpa memikirkan
tujuan apa yang akan dicapai. Kita terdoktrin oleh kebiasaan yang lama-lama
membuat kita tak bisa membandingkan mana visi dan mana misi. Terjadi kekaburan
dalam setiap individu dan organisasi, tujuan menjadi kabur dan aksi menjadi
semata-mata hanya pengisi kekosongan kegiatan, membuang sisa anggaran. Jika itu
dibiarkan maka ketidak selarasan antara tujuan, aksi dan hasil akan bertolak
belakang atau pun bercabang.
IPK,
ada sebagian mahasiswa yang serius bertahan dengan nilai diatas minimal tiga
koma, ada juga yang stay woles dengan IPK rendah karena beberapa faktor yang
menyebabkan hanya satu atau dua koma. Saya pernah disuatu forum ditanya oleh
seseorang tentang tujuan saya kuliah, dia memberikan dua pilihan. Pertama
adalah untuk mendapatkan ijazah S1 dan kemudian kedua mendapatkan pekerjaan
yang sesuai dengan cita-cita saya, kebetulan dalam forum tersebut hadir juga
para tetua yang pengalamanya dan kapabilitasnya dalam mengurusi suatu lembaga
dan mengurus (mungkin) diri mereka sindiri sudah tak dapat di ragukan lagi,
tetapi mayoritas dari mereka menjawab tujuan dari kuliah adalah untuk
mendapatkan ijazah S1, saya sudah punya jawaban dengan pertanyaan itu, yaitu
mendapatkan pekerjaan sesuai yang saya cita-citakan. Terlihat bahwa nampak
orang yang berfikir realistis cenderung memikirkan apa yang ada saat ini
ketimbang yang akan datang, orang yang berpegang pada idealisnya cenderung
berfikir non mainstream dan punya tujuan yang jelas. Jika memilih kuliah hanya
untuk mendapatkan ijazah S1 tanpa saya targetkan kapan saya akan lulus maka
saya tak perlu pusing memikirkan skripsi, toh itu saya akan jalani suatu saat
nanti tanpa batas waktu, istilah jawanya sek
penting mlaku ndisik. Tetapi ketika saya memilih tujuan kuliah untuk
mendapatkan pekerjaan yang saya cita-citakan dan impikan, maka saya akan
berusaha memenuhi skill dan wawasan saya yang berhubungan dengan pekerjaan yang
saya inginkan, dengan begitu saya mengasah soft skill maupun hard skill yang
dibutuhkan dunia kerja yang saya butuhkan sehingga dunia kerja nanti dapat menerima
saya karena saya mempunyai spesifikasi yang dunia kerja butuhkan.
Maka
jelas terlihat bahwa tujuan yang jelas berkonduksi dengan aksi yang saya
lakukan, dengan begitu saya belajar untuk nilai mata kuliah saya, karena untuk
masuk dunia kerja membutuhkan nilai yang tercantum dalam hasil belajar saya.
Tapi menurut saya dan saya yakin bahwa nilai hasil belajar saya sangat kurang
untuk masuk dalam dunia kerja (kurang untuk bersaing dengan yang lain karena
nilai orang lain pasti aja yang diatas saya), maka saya menutupinya dengan
kemampuan soft skill yang tak dapat diukur dengan kuantitatif tetapi dengan
kualitatif.
Dunia
kerja nanti tak butuh orang egois.
Dunia
kerja nanti tak butuh orang yang hanya dapat bekerja sendiri tanpa mau bekerja
dengan kelompoknya.
Dunia kerja nanti tak butuh orang yang mudah
mengeluh dengan pekerjaannya yang berat.
Dunia
kerja nanti tak butuh orang gagap tentang wawasan diluar pekerjaanya.
Maka
saya menutup kelemahan saya dengan sesuatu yang susah orang lain tiru, yaitu
kualitas hidup dan pola pikir.
Dengan
apa saya mendapatkanya pada saat kuliah? Organisasi, membuka diri dengan
hal-hal baru tanpa kehilangan jati diri, tidak bosan dan malu meniru
orang-orang yang telah sukses.
Mari
balik ke kata kenapa, kenapa kuliah harus bertujuan jelas? Agaknya menjadi
pertanyaan yang mudah dijawab tetapi sulit untuk dijelaskan. Ingat, harga
sebuah pendidikan perguruan tinggi tidak murah, persaingan sangat kompleks,
kuliah bukan lagi ladang manja bagi pemuda, kuliah adalah tempat untuk menjadi
mandiri, intelektual dan berfikir maju dengan dasar pengetahuan yang luas,
serta tempat bagaimana kita berfikir beda agar kita tak merasa berdosa
dihadapan orang tua.
Point
saya, kuliah dengan mengedepankan tujuan yang jelas membuat kita jelas pula
melakukan aksi atau tindakan yang kita lakukan saat ini. Daripada berpandangan sek penting mlaku ndisik kita tak akan
keluar dari sejarah, kita akan terbawa kebiasaan buruk yang telah membudaya.
Saya pernah berada pada masa kuliah yang tidak jelas, tanpa tujuan yang pasti.
Lalu
kenapa saya menulis ini? Agar tak ada orang lain merasakan apa yang saya
rasakan dulu. :D
Aditya
Ristianang
Mahasiswa
FKIP Bahasa Inggris Universitas Sebelas Maret Surakarta
Berkegiatan
di tshirttokoh clothing industry
0 Comments