oleh Hari Hadi
(foto: google.com) |
Sampai
lah kita disaat yang bersedih-sedih dan
jiwa mengeri-mengiri, itulah
pembukaan yang pas dengan kondisi di Negara dewasa ini. Disaat bangsa yang
majemuk, persatuannya sedang diuji
kembali. Kecenderungan para pemimpin yang menggiring rakyat pada perpecahan, nilai ekonomi rakyat tak kunjung dalam
perbaikan hanyut dalam keadaan ekonomi
liberal menambah persaiangan-persaingan antara rakyat.
Kebudayaan
kita yang kaya raya kalah terkenal di negara sendiri dari budaya-budaya bangsa
asing yang masuk melalui globalisasi. Kondisi ini sangat sukar perpecahan
karena banyak anak muda yang sudah tidak tertarik mempelajari falsafah Negara dengan
konsep-konsep negara merdeka dan kemakmuran bersama.
”Jangan
Sekali-kali Meninggalkan Sejarah, Jangan Sekali-sekali Melupakan Sejarah. Itulah salah satu inti pesan yang disampaikan oleh Bung Karno pada pidato di
depan MPRS, 17 Agustus 1966, yang kemudian dikenal sebagai pidato Jasmerah.
Apa
yang kita bisa ambil intisarinya sejarah
di masa lalu? Tidak lain tidak bukan adalah inspirasinya untuk diaktualisasikan dikehidupan sehari-hari. “Mempelajari sejarah yang agar lebih bijaksana dari masa
lalu”.
Menjelang Hari Pahlawan Nasional 10 November marilah kita merenung
sejenak, membuka lagi dan mengkaji tentang
sejarah perlawanan dari daerah-daerah. Meletusnya pertempuran 10 November di Kota Surabaya, pertempuran Bandung Lautan Api (Oktober 1945), Medan Area (Oktober 1945), pertempuran 5 Hari Semarang (Oktober 1945), pertempuran Ambarawa (21 November 1945), pertempuran
Puputan Margaran Bali (April 1946), pertempuran 5 Hari lima malam di Palembang (12 Oktober 1945), pertempuran
Seribu Serpong (Mei 1946), pertempuran yang heroik dari rakyat-rakyat Indonesia
di berbagai daerah sangat menginspirasi perlawanan di Bangsa Asia untuk
menentang kolonialisme bangsa Eropa.
Getrennt
Marschieren Vereint Schlagen “Berpisah kita berjuang, Bersama kita memukul” -Tan
Malaka.
Perlawanan
rakyat Indonesia yang baru merdeka dengan alat perang seadanya dan serba kekurangan menunjukan kepada dunia bahwa niat Indonesia
sebagai bangsa yang bersatu untuk menentang praktek kolonialisme, melakukan
perlawanan fisik sampai titik darah pengabisan melawan pasukan sekutu dan NICA Priode tahun 1945-1949.
Sekilas
mari kita mengingat pesan Bung Karno “Ambil apinya, Jangan ambil abunya”.
Untuk kita semua sudah waktunya kita
bangkitkan semangat-semangat pahlawan-pahlawan yang gugur dalam peperangan yang berkorban
untuk negara Republik Indonesia. Mari kita ambil kesetian para pahlawan pada Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Mari
kita pertahkan persatuan dari Sabang sampai Marauke. Mari kita amalkan
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari untuk melanjutkan perjuangan para
pahlawan-pahlawan yang menentang kolonialisme dan imprealisme.
"Eva
Hato Hanti" kalimat Sanskerta yang
berarti "Kuat karena bersatu, Bersatu“.
0 Comments