oleh Muhammad Arira Fitra
(foto: Jokowi saat menghadiri Peringatan Hari Hak Asasi Se-Dunia ke 69, Solo, Jawa Tengah/Bram, news.okezone.com)
10 Desember adalah hari Hak Asasi Manusia Internasional (Human Rights Day). Tanggal ini dipilih untuk memperingati hari dimana Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengadopsi dan memproklamasikan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Duham merupakan sebuah pernyataan global tentang hak asasi manusia, pada 10 Desember 1948. Kemudian  peringatan pertama kali dimulai sejak 1950 ketika Majelis Umum mengundang semua Negara dan Organisasi yang peduli untuk merayakannya.

Dalam memperingati hari Asasi Manusia Internasional ( Human Rights Day) 10 Desember 2017 kali ini, tentunya saya sebagai warga Negara Inedonesia yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dimuka hukum dan pemerintahan, akan mencoba mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mesmastikan apakah HAM di Indonesia sudah ditegakkan sesuai dengan dasar “kemanusian” atau kah hanya ditegakkan atas dasar “kekuasan”.

Pada 2014 silam rakyat Indonesia menaruh harapan besar kepada Presiden RI saat ini yaitu Jokowi, dimana pada saat pagelaran pilpres waktu itu kemunculan Jokowi yang merupakan salah satu calon presiden terlahir dari rakyat sipil dan wong cilik, dengan program blusukan yang dilakukan pada saat menjadi gubernur DKI Jakarta, yang semakin meninggikan popularitas beliau sebagai pemimpin idaman rakyat, Jokowi digadang-gadang akan menjadi pemimpin yang pro terhadap wong cilik.

Selanjutnya yang membuat rakyat semakin yakin kepada Jokowi adalah ketika dia mengumbar 66 janji kampanyenya, mulai dari janji yang paling umum mengenai jaminan kesejahteraan rakyat, dan sampai ada satu janji yang cukup menarik perhatian yaitu, Jokowi akan menyelesaikan seluruh kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi pada saat rezim Soeharto. Sejak jatuhnya rezim otoriter, totaliter Soeharto belum ada satupun pemimpin Indonesia yang berani atau mampu mengungkap kasus pelanggaran HAM berat orde fasis tersebut. Lagi-lagi dengan penuh keyakinan Jokowi berjanji ketika dia menjadi Presiden dialah sang super hero yang akan mengungkap seluruh kasus pelanggaran HAM berat rezim Soharto itu. Janji tersebutlah yang merupakan salah satu penyebab rakyat semakin yakin kepada Jokowi.

Dewasa ini, kita sama-sama mengetahui sang Presiden yang diidam-idamkan kala itu sekarang sudah berada pada tampuk kekuasaan. Namun yang terjadi adalah setelah tiga tahun berlalu Jokowi memimpin secara kasat mata belum ada satupun kesan baik yang diberikan olehnya. Janji pun tinggalah janji, janji itu telah pergi bersama angin. Janji akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu, sudah berganti dengan memberikan jabatan strategis bagi pelanggar HAM berat dalam kabinetnya, dan bahkan para pelanggar HAM berat masa lalu masih bebas berkeliaran sampai memimpin partai politik secara legal.

Tidak ada satupun kasus yang pelanggaran HAM berat masa lalu yang terungkap mulai dari kasus pembuhunah Munir, Wiji Thukul dan Marsinah serta pembunuhan masal lainnya. Namun kini watak sang PENIPU itu semakin menjadi-jadi, dibawah kepemimpinannya rakyat semakin sengsara dengan adanya skema pembangunan yang mengatasnamakan rakyat, tapi faktanya rakyat lah yang menjadi korban. Cita-cita pembangunan sejatinya harus mengarah kepada kesejahteraan umum, bukan malah merampas kehidupan rakyat secara umum.

Belakangan kita menyaksikan keberutalan rezim yang semakin arogan, begitu banyak kaum tani yang dirampas sumber penghidupannya, seperti kasus yang terjadi menimpa petani pegunungan Kendeng, gunung Slamet, teluk Jambe dan Kulon Progo dan masih banyak kasus lainnya. Kejadian ini menjadi bukti bahwa rezim Jokowi tidak pernah berpihak kepada rakyat miskin. Masifnya perampasan lahan yang dilakukan, tentunya adalah salah satu upaya pemiskinan secara tersistematis, petani yang tidak memiliki sumber produksi atau tanah di desa terpaksa harus pergi ke kota menjadi buruh industri.

Setelah sampai di kota dan bekerja sebagai buruh industri skema aktivitas politik upah murah sudah menanti, akhirnya rakyat harus menyerahkan kehidupannya menjadi mesin untuk memenuhi hasrat keserakahan rezim dibawah kendali orang-orang yang mempunyai kekuatan modal. Bagaimana rakyat dapat menemukan jalan terang untuk mencapai kesejahteraan, ketika di desa tanah dirampas dan di kota pemutusan hubungan kerja secara sepihak semakin merajalela, seperti yang dialami oleh buruh PT. Pertamina Patra Niaga, Dua Kuda Indonesia dan masih banyak perusahaan lainya.

Penderitaan yang melanda rakyat Indonesia belum berhenti sampai disitu, ketika di desa tanah dirampas, di kota menjadi punyembang angka pengangguran baru di perkotaaan, dan kalaupun mampu mendapatkan kerja menjadi buruh industri sudah tentu dibayar murah. Alhasil memaksa rakyat untuk mengais rezeki menjadi buruh sampai keluar negeri (buruh migran) supaya bisa memenuhi kebutuhan untuk keberlangsungan hidup.
Selanjutnya ketika sudah menjadi buruh migran di luar negri, sudah barang pasti hubungan sosial dengan keluarga dan hubungan sosial bermasyarakat terenggut. Dan yang lebih memprihatinkan adalah belum adanya jaminan keselamatan yang maksimal dari pemerintah atau Negara untuk rakyatnya yang sudah menjadi buruh migran diluar negeri. Padahal jika kita tinjau kembali berdasarkan data yang dihimpun dari  Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tahun 2015 menyumbang devisa negara hingga USD10,5 miliar atau Rp144,95 triliun (kurs Rp13.805 per USD).

Negara Indonesia adalah Negara yang kaya akan kekayaan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM), dengan demikian sharunya pemerintahan yang dipimpin oleh Jokowi dengan membawa amanah dari rakyat. Mampu memaksimalkan kedua potensi tersebut untuk mewujudkan tatanan Negara yang lebih mandiri dan memiliki kedaaulatan sebesar-sebesarnya untuk kepentingan rakyat, bukan malah menghisap serta menguras kekayaan alam dan rakyat untuk memenuhi kepentingan segelintir orang. Jika dalam praktik pemerintahan yang seperti ini, maka sudah pasti dapat kita simpulkan bahwa rezim Jokowi adalah pemerintahan yang melanggar HAM seluruh rakyat Indonesia.

66 janji Jokowi pada saat kampannye itu hanyalah ilusi, hal ini dibuktikan dengan begitu banyaknya persoalan yang mengorbankan rakyat. Realita sudah mendidik kita sebagai rakyat Indonesia, bahwa tidak akan ada satupun pemimpin yang akan mewakili kepentingan rakyat, jika orang tersebut lahir dari partai-partai PENIPU yang bergentayangan menghantui kehidupan rakyat saat ini. Mengapa demikian, karena pada saat ini tidak ada satupun partai yang mampu membiayai operasionalnya dari iuran kolektif anggotanya, karena dana partai tidak didapat dari uang anggota sehingga partai harus mencari jalan lain dengan mengemis sumbangan atau berkompromi kepada para pemodal baik dalam skala nasional ataupun iternasional, dan kemudian konsekuensinya adalah ketika partai tersebut berkuasa maka kebijakan yang dikeluarkan harus mewakili kepentingan modal bukan mewakili keepentingan rakyat.

Janji Kampanye Jokowi Menyelesaikan Kasus Hak Asasi Manusia Dimasa Lalu, Sudah Berganti Dengan Kekuasaan Yang Merampas Hak Asasi Manusia Dimasa Kini sehingga menjadi penting bagi kita sebagai rakyat yang selalu menginginkan kesejahteraan untuk segera meninggikan semangat perjuangan, mamujukan kesadaran perjuangan, bahwa dengan persatuan nasional menciptakan satu kekuatan alternatif. Membentuk partai politik yang benar-benar terlahir dari rahim rakyat miskin, merupakan jawaban dari mimpi kemenangan rakyat untuk mewujudkan tatanan masyarakat adil dan makmur berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Selamat Hari Hak Asasi Manusia Internasional.