(Foto: Ketua RT Kampung Poglar menunjukan Surat Somasi/HH) |
Marhaen, Jakarta - Persoalan agraria
tidak pernah selesai sejak Indonesia merdeka sampai hari ini. Penguasaan tanah aset
negara secara berlebihan seringkali bersebrangan oleh kebutuhan dan kedaulatan
rakyat khususnya rakat kecil yang tidak mempunyai akses hukum dan kekuasaan
atas tanah di Republik ini.
Kasus penggusuran tanah permukiman padat
warga di Jakarta menjadikan konflik pemilikan tanah terjadi dan benturan
tak bisa di hindarkan antara masyarakat dan aparat pemerintahan Kota Jakarta.
Pada Senin, 6 Desember 2018. Lima puluh aparat
Kepolisian Jakarta Barat membawa surat somasi ketiga kepada masyarakat Kapuk Poglar di RT 17 / RW 04, Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Kota Jakarta Barat. Surat dan pemasangan spanduk ini berupa himbauan dari Polri bagi warga harap mengosongkan area ini sebelum dilakukan tindakan langsung pada tanggal 8 Februari 2018.
“Masyarakat resah karena beredarnya surat
somasi dan spanduk yang menghimbau warga untuk meninggalkan rumahnya yang
sudah ditinggali mereka sejak tahun 1960. Sejak dahulu saat daerah ini masih
rawa-rawa, kake dan orang tua kami menggarap tanah ini sesuai prosedur , kami
mempunyai girik dan sertifikat bahkan
kami bukan hanya menggarap, Bayar PBB, Bayar Pajak , Masa harus meninggalkan
tanah begitu aja. Kan kami juga Warga Negara Indonesia” ucap Enceu Sunarya.
Enceu sebagai Ketua RT Kampung Poglar sejak
2006 juga mengatakan bahwa tanah ini sudah mendapatkan legalitas sebagai pemukiman warga.
"Sebenarnya sudah jelas karena girik dan surat ijin garapan dari pemilik tanah HJ Emah dan dapat legalitas dari Pak Lurah Kapuk sejak 1996. Sekarang saja udah enak, rawa sudah rata, sudah dibangunkan rumah-rumah jadi banyak pihak-pihak mengakui lahan ini,” tambahnya.
"Sebenarnya sudah jelas karena girik dan surat ijin garapan dari pemilik tanah HJ Emah dan dapat legalitas dari Pak Lurah Kapuk sejak 1996. Sekarang saja udah enak, rawa sudah rata, sudah dibangunkan rumah-rumah jadi banyak pihak-pihak mengakui lahan ini,” tambahnya.
Tanah seluas 15.900 m2 menjadi sengketa sejak
surat perintah Kapolda Jaya No: Sprin/1368/VII/2016 tanggal 12 Agustus 2016
tentang pelaksanaan penertiban aset tanah POLDA Metro Jaya di Kapuk Kandang Jagal Babi RT 007/ RW 004, Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat.
“Inikan aneh kalau kita merujuk Surat
Sprin itu, ini kan salah alamat yang dimaksud tanah POLDA itu,karena tanah ini adalah
RT17/04 bukan daerah Kandang Babi RT 007/04. Warga juga menanyakan petugas
kepolisian tentang somasi ini dari mana dasar nya, sampai sekarang polisi kalau
memberi surat somasi kami tak pernah lihat ada surat tanahnya,”
Perlindungan hukum pun sudah diperjuangkan
warga Kampung Poglar untuk menyewa lowyer secara kolektive, tetapi menurut Encu bapak 5 anak ini ada yang gajil ketika Putusan
Pengadilan Negri Jakarta Barat yang memenangkan POLDA.
kami sebagai warga sudah medelegasikan
warga untuk datang ke PN (Pengadilan Negeri) Jakarta Barat putusan tersebut, tetapi putusan PN ditunda
sampai 2 minggu dan sampai saat ini warga tidak pernah menyaksikan putusan dari
PN Jakbar.
(foto: posko perjuangan warga Poglar, Kapuk/ HH) |
0 Comments