oleh Haqiqi
(Gambar ilustrasi: edweek.org) |
01 Tidur Panjang
Day - 1 (sebelum wabah)
Hari ini hari Rabu, hari yang paling aku benci dalam hidupku karena di hari Rabu, aku dilahirkan. Sejak umur 8 tahun aku mulai membenci kehidupan yang aku jalani. Itu semua terjadi ketika kedua orang tuaku bercerai dan membuangku ke panti asuhan. Entah kenapa harus
dibuang, apa yang salah denganku, sampai mereka tega dan tidak menginginkan
aku bersama mereka.
Sampai
saat ini aku masih
belum menerima cobaan terberat dalam hidupku ini. Aku sangat marah dan membenci kedua
orang tuaku, bahkan jika suatu hari aku tanpa
sengaja bertemu mereka dimanapun atau kapanpun, aku bersumpah tidak akan
menerima penjelasan apapun dari mulut mereka. Terkadang aku marah sekali dengan
Tuhan, kenapa nasibku perih seperti ini. Tapi, aku tidak bisa membenci Tuhan,
sebab karena takdir Tuhan lah aku bertemu dengan Ibu Fatma, seseorang yang merawatku
sampai saat ini. Bagiku Dia bak seorang malaikat, dia pemilik panti asuhan yang
aku tempati, dia selalu adil memberikan kasih sayangnya pada kami semua. Di
panti asuhan ini aku tidak sendiri. Ada 17 orang yang bernasib sama sepertiku,
permasalahan kami semua berbeda-beda, ada yang di tinggal orangtua sejak bayi,
ada yang dititipkan karena faktor ekonomi, ada juga gelandangan dan pengemis
yang sengaja didatangkan oleh warga sekitar karena merasa terganggu. Kesamaan
kami satu-satunya ialah kami ingin merasakan kehangatan keluarga. Lusa adalah
hari ulang tahunku ke-19, seperti biasa aku hanya akan mengharapkan satu
permohonan. Permohonan itu aku tanamkan
dalam hati yang hanya aku dan Tuhan yang tahu.
"Saras, bangun sudah jam 7, kamu bukannya ada
kelas jam 8?" Bu Fatma membangunkan aku sambil menggoyangkan tubuhku.
Aku terbangun dan terkejut melihat jam yang sudah
menunjuk angka 7.
"Bagaimana ini aku pasti akan terlambat!"
ucapku dari lubuk hati agar tak terdengar Bu Fatma dan membuatnya khawatir.
"Terima kasih Bu sudah bangunin aku, "
aku tersenyum dan segera pergi ke toilet untuk mandi dan mempersiapkan diri.
Pukul 7.20, aku sudah siap. Lalu, segera beranjak pergi ke
kampus dengan terburu-buru. Jakarta pagi ini sangat cerah dan sedikit
memberikan semangat padaku. Aku mahasiswa Psikologi semester 3
Universitas Satya Mandala. Suatu keberuntungan aku bisa kuliah disini sebab Rektor dari kampus ini adalah suami dari Ibu Fatma dan dia juga menjamin
seluruh anak di panti asuhannya bisa mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya.
Jarak dari panti ke stasiun terdekat
sekitar 5 menit dengan berjalan kaki, sampai di stasiun aku melihat jadwal
kereta yang akan berangkat pukul 7.30, masih ada waktu untuk beli makanan di
minimarket stasiun untuk mengganjal perut.
Suara lonceng kereta berbunyi
penanda keberangkatan, aku langsung masuk ke dalam gerbong kereta yang sudah di
penuhi banyak orang. Tak lama kemudian, kereta berjalan. Sambil berdiri aku
membaca dan mengunyah makanan ku ini, di jam seperti ini kereta penuh sekali
oleh orang-orang yang memiliki aktifitas pagi seperti kerja, kuliah, atau urusan
pribadi lainnya.
Pukul 7.45 aku sampai
distasiun tujuanku, dari sini aku harus berjalan lagi menuju kampus, jaraknya
tak jauh namun aku sedikit mempercepat langkah kaki ku. Kampus ku tidak terlalu
luas, terdiri dari 4 gedung pemisah Fakultas, dengan taman dan lorong mahasiswa
dimana tempat itu adalah tempat paling favorit dijadikan tempat berkumpul.
Sampai di kelas segera ku bagikan materi presentasi yang sudah aku persiapkan
kepada teman sekelompok. Ada 4 orang dikelompok ku, Reza, Rian, Sasa, Ibnu dan
aku. Tak lama Dosen datang dan menugaskan kami mempersiapkan diri untuk
presentasi. Materi yang kami presentasikan adalah tentang "Dampak Perceraian
Orang Tua Terhadap Anak" materi ini sungguh membuatku teriris, sebab
inilah yang aku rasakan. Dengan menutupi kesedihanku aku berusaha menyampaikan
materi dengan sebaik-baiknya. Kami punya job desk kami masing-masing. Reza
bertindak sebagai operator yang bertanggung jawab mengganti slide power point,
Sasa sebagai moderator, Rian dan aku sebagai pengisi materi dan menjawab
pertanyaan dalam sesi tanya jawab. Presentasi selesai dan kami sekelompok
kembali ke tempat duduk masing-masing.
Masih ada waktu sebelum jam belajar
berakhir, Dosen menjelaskan tentang "Obsesi", dimana keobsesian
seseorang dapat menjadi hal yang merugikan orang lain. Saat dosen menjelaskan, aku teringat bahwa semalam aku melihat berita penangkapan seorang ilmuan karena
dianggap bekerja sama dengan Israel untuk membuat gas Sarin dan juga membuat formula agar gas Sarin bisa lebih ampuh lagi sebagai senjata kimia yang dapat
melumpuhkan musuh. Gas Sarin merupakan
gas saraf yang sangat mematikan, satu tetes sarin
dapat menewaskan seorang manusia dewasa dalm waktu sangat cepat, gas ini
lebih cepat menguap pada lingkungan yang panas dan akan menyebar dengan cepat.
Tentu ini sangat berbahaya apalagi sang ilmuan genius tersebut akan menambah kadar dari
komposisi gas yang dibuatnya agar bisa digunakan untuk melenyapkan musuh dalam jumlah yang banyak.
Aku mengangkat tangan dan menanyakan pada Dosen apakah kasus Ilmuan itu disebut
obsesi.
"Itu tergantung apa yang dia
inginkan, uang atau kepuasan membunuh. Tapi, saya pastikan itu obsesi, karena
bentuknya keinginan. Entah uang atau membunuh yang jelas dia gak waras," ucap Dosen psikologi yang kebetulan juga adalah seorang Psikiater.
Pukul 10.30 jam
berakhir dan aku merasa lapar, aku punya maag akut dan tadi pagi hanya makan
roti, sakit sekali rasanya mau beranjak kekantin, dan bodohnya aku meninggalkan
obatnya di panti. Aku masih belum kuat berdiri, sejenak aku berusaha
menenangkan diri menunggu rasa sakitnya mereda. Aku menahan sakit sampai
mengeluarkan keringat dingin, melihatku gelisah salah satu teman sekelasku
Dinda menanyai keadaanku.
"Kamu gapapa? Kenapa keringetan
gitu? Disinikan ruangan ber AC," pertanyaannya sungguh banyak sekali, aku
susah untuk menjawabnya.
"Maag ku kambuh, bisa tolong kau belikan aku
makanan? Aku ga kuat jalan," ucapku tertatih.
Dinda langsung beranjak pergi
ke kantin untuk membelikan ku makanan. Aku hanya bisa terdiam di tempat duduk
sambil menahan rasa sakit, sebab jika aku beranjak pasti rasa perihnya akan
semakin menusuk. Banyak diantara teman-teman yang lalu lalang melihatku seperti
kesakitan dan bertanya apa yang terjadi, aku hanya bisa berkata aku baik-baik saja.
Masih di tempat yang sama,
Dinda datang membawa makanan dan diberikan kepadaku beserta obat
maag. Aku langsung makan dan minum obat untuk meredakan rasa sakit ku. Rasa
sakit ku mulai mereda dan aku langsung mengambil dompet dan memberikan uang padanya untuk mengganti makanan dan obat yang dibelikan Dinda tadi.
"Makasih ya Din. Ini uang makanan dan obat
ku, " ucap ku yang masih sedikit kesakitan.
"Iya, sama-sama. Saras kamu sebaiknya
istirahat di klinik mahasiswa dulu. Istirahatlah,
kemungkinan jam ke dua dosen ga masuk dan kita harus menunggu sampai jam 4 sore untuk mata kuliah ke tiga karena dosen kita
yang terakhir itu minta waktunya diundur," jelas Dinda.
Setelah mendengar ucapan Dinda
aku beranjak dari tempat duduk dan pergi ke klinik mahasiswa, kebetulan aku juga merasa kurang enak badan. Dengan
usaha yang cukup keras, aku sampai ke klinik. Disana
tampak seorang perempuan duduk di depan meja sambil memegang telepon celuler
nya, dia adalah mahasiswi kedokteran di kampus ku yang sedang berjaga di klinik
mahasiswa. Kedatanganku langsung disadari olehnya, dia
datang dan segera memboyongku ke kasur, dia
bertanya aku sakit apa, aku hanya bilang aku butuh istirahat karena maag ku
kambuh tadi dan aku sudah makan dan minum obat. Ia lalu menyuruhku tidur di
kasur pasien dan istirahat sampai pulih, aku mengangguk dan
mengucapkan terima kasih sambil berjalan dipapah menuju kasur. Aku tertidur
sangat pulas sampai melewatkan jam mata kuliah ke tiga.
Pagi sudah menyapaku
tanpa sadar, aku terbangun dan terkejut melihat sekeliling, seperti bukan di panti
dan memang ini bukan di panti. Aku lihat jam dan ini sudah pukul 8 pagi. Aku
ada kelas pak Jamsyer untuk mata kuliah Sosiologi, beliau dosen yang tepat waktu. Aku langsung bergegas menuju kelas. Saat aku berjalan menuju kelas aku tidak
melihat satu orang pun, tidak heran karena memang aktivitas biasanya jam 10
pagi dan hanya kelas ku lah yang memulai aktivitas pada jam 8.
Bergegas aku ke
kelas, karena aku fikir ini sudah terlambat. Dan saat sampai di kelas, aku sangat
bingung kenapa belum ada orang satu pun. Aku duduk dan mencoba menunggu. Jam 9, jam 10, jam 11 sudah lewat, aku sudah menunggu 3 jam tapi belum ada orang. Aku
keluar kelas pun tak ada orang juga. Aku menelepon Dinda temanku tapi tidak aktif. Aku
telpon yang lainpun juga sama. Aku mencoba menelpon Bu Fatma untuk mengatakan aku
semalam tertidur di Klinik Kampus dan meminta maaf karena sudah membuat khawatir
tetapi teleponnya juga tidak aktif.
Aku langsung bergegas pulang dan diperjalanan yang masih di kawasan kampus, langkahku terhenti melihat seorang laki-laki, tampak
familiar, dia tidak terlalu tua dan tidak muda juga, sekitar umur 40 tahunan seperkiraan ku, kulitnya berwarna coklat bersih, tubuhnya tinggi dan berisi, ekspresinya
sangat dingin, dia tampak terburu-buru terlihat menuju gedung 5 lantai. Aku
mencoba mengingat siapa dia sambil berjalan membuntuti. Langkahku terhenti saat
aku teringat berita yang pernah aku tonton dan wajahnya benar-benar
melekat, aku ingat. Ya! itu ilmuan yang aku lihat di televisi 2 hari yang lalu dan
yang aku tanyakan kepada Dosen kemarin. Ketakutanku kian membara karena aku
tahu seharusnya dia dipenjara. Kenapa dia ada di kampus ku ? Apa yang terjadi? Kemana semua orang pergi? Apa yang harus aku lakukan ?
Bersambung...
0 Comments