Ihza Pandu Prasetyo
Ditengah-tengah gelombang kemajuan
teknologi di era sekarang ini, kita dapat melihat berbagai inovasi yang
berhubungan dengan pekerjaan kita sehari-hari. Di berbagai belahan dunia,
terjadi transformasi kerja yang dikarenakan oleh masuknya inovasi teknologi
baru dalam arena produksi. Misalnya, secara mencolok kita dapat melihat
toko-toko milik Amazon yang hari ini mulai mempersenjatai diri mereka dengan
teknologi robot. Robot-robot yang dapat menggantikan pekerjaan manusia dalam
hal memindahkan barang. Ini cukup mengejutkan,
karena di bidang ritel Amerika, kita dapat melihat penyempitan jumlah lowongan
pekerjaan. Belum berhenti sampai
disana, kita akan pindah ke belahan dunia lainnya, tepatnya di China. Kita akan
melihat anak dari perusahaan Foxconn yang memproduksi handphone telah mengganti armada pekerjanya dengan
robot-mesin, sehingga 90% pekerjaan di pabrik tersebut dijalankan secara
otomatis. Dan sejauh yang dapat
dibaca dari perkembangan pabrik di China tersebut adalah perkembangan yang
signifikan, dimana produksi naik sebesar 250% dan produk cacat turun sebesar
80% jumlahnya. Jika memang ingin
lebih tau lagi bagaimana penyebaran dari teknologi ini kita dapat dengan mudah
mencarinya di mesin pencari Google. Tapi bagi saya cukuplah kiranya kedua
contoh diatas untuk mempertegas: Dunia kita tengah menghadapi perubahan besar!
Memang perubahan-perubahan seperti ini
cukup membuat kita cegukan, gamang dan canggung, perasaan asing menyelimuti
kita. Saya mencoba menanggapi perubahan dalam mode produksi hari ini. Tulisan
ini saya tulis karena saya tidak ingin menanggapi perkembangan teknologi secara
konservatif.
Mari kita pertanyakan bersama-sama: Apa dampak yang akan terjadi jika robot dan
mesin mengambil alih pekerjaan kita (manusia)? Dari pertanyaan ini, kita dapat secara
mudah menjawab: Kita akan tergantikan
oleh robot dan mesin…
Seperti itulah jawaban mudahnya.
Tapi tunggu dulu! Kita akan masuk pada
analisa ekonomi ala Marx, bahwa sistem ekonomi kapitalisme membutuhkan pekerja
bukan hanya sebagai produsen, tetapi juga sebagai katup konsumen. Jika kita
dapat andaikan, tidak ada satupun orang yang bekerja di muka bumi ini karena
tergantikan oleh robot-mesin.
Lalu siapakah
orang-orang yang akan mengkonsumsi hasil produksi (komoditas) yang diproduksi
oleh robot-mesin tadi? Sedangkan daya beli masyarakat tidak ada karena tidak
ada satupun orang yang memiliki pekerjaan untuk diupah. Bagaimana perputaran uang
bisa mengalir?
Tapi,
lagi-lagi tunggu dulu! Sebelum kita memikirkan lebih jauh mengenai perputaran
uang, produksi dan konsumsi,
lebih baik kiranya kita mengerti bagaimana kerja itu sendiri.
Kerja memiliki dua dimensi dalam sistem
ekonomi, dimensi yang pertama adalah dimensi material sedangkan dimensi yang
kedua adalah dimensi sosial. Dimensi material dari kerja adalah memenuhi kebutuhan. Sedangkan secara
historis, dimensi sosial dari kerja sampai saat ini adalah memenuhi kantong pengusaha dengan eksploitasi pekerja upahan.
Mari kita hubungkan dengan pemaparan
pada paragraf-paragraf sebelumnya mengenai robot-mesin, ini akan membawa kita
pada perdebatan kaum Marxis pasca perang dunia ke-II. Begitu banyak perdebatan
dan begitu panjang adu argumentasi di antara mereka, tetapi pada intinya kita
akan mendapatkan pola pertanyaan seperti ini: Apakah perkembangan teknologi dapat meruntuhkan kapitalisme atau malah
membentuk kapitalisme secara baru? Pertanyaan inilah yang penting menurut
saya untuk dianalisis lebih lanjut.
Hari ini para pemodal dan juga banyak
negara berlomba-lomba untuk menginvestasikan uangnya dalam rangka mengembangkan
teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Sampai tulisan
ini dibuat, tercatat telah terkumpul uang sebanyak 28 milyar USD untuk
pengembangan AI. Jika memang benar
perkembangan teknologi dapat secara serta merta meruntuhkan sistem kapitalisme,
lalu mengapa ada begitu banyak para pemodal (kapitalis) yang berlomba-lomba
untuk menginvestasikan uangnya dalam bidang pengembangan AI? Jawabannya tentu tidak tau.
Yang bisa kita tangkap disini adalah
perkembangan teknologi seperti robot-mesin dan AI adalah bentuk upaya untuk menghapuskan dimensi kerja material,
dan tetap memepertahankan dimensi kerja sosial. Artinya pemenuhan kebutuhan
tidak lagi dicapai lewat kerja, karena sudah tergantikan dengan robot-mesin dan
AI. Tetapi di sisi lainnya para kapitalis ingin dimensi kerja sosial tetap
berlaku, para kapitalis tetap menginginkan keuntungan untuk diri mereka
masing-masing. Ini menandakan bahwa mereka setidaknya telah mengantongi skenario
khusus mengenai bentuk baru dari sistem kapitalisme yang canggih.
Ini bertentangan dengan cita-cita baik
para Marxis maupun Anarkis yang menginginkan untuk menghapuskan dimensi kerja sosial dan tetap mempertahankan
dimensi kerja material. Perdebatan Marx dengan Bakunin bahkan sudah
mencapai Bagaimana produksi secara
material diatur setelah dimensi kerja sosial dihapuskan? Untuk hal ini kita
bisa menyimak sejarah perdebatan antara Marx yang mengusung kediktatoran
proletariat dan Bakunin yang mengusung Kolektivisme. Tetapi saya tidak akan
menjelaskan hal itu disini, karena itu bukanlah fokus dari tulisan ini.
Argumen yang sama sedang diputar ulang
hari ini, perbedaannya adalah bentuk teknologi yang sedang diperdebatkan. Jika
dahulu Marx dan Bakunin berdebat mengenai teknologi yang diakselerasi setelah
revolusi industri, hari ini kita akan memulai diskusi kita mengenai dampak perkembangan
teknologi robot-mesin dan AI kepada sistem ekonomi. Walaupun pendiskusian ini
juga telah masuk ke dalam agenda para neoliberal (pemikir pro kapitalisme)
mengenai bagaimana nasib kerja upahan setelah pengembangan berbagai teknologi
tadi.
Keinginan para pemodal (kapitalis) untuk
tetap mempertahankan dimensi kerja sosial dengan mengeliminasi dimensi kerja
material akan memberi dampak terhapusnya kerja upahan dan pekerja itu sendiri.
Lalu bagaimana kapitalis mendapatkan
keuntungan, jika tanpa adanya pekerja yang diupah untuk membeli barang yang
diproduksi? Jawabannya berada di dalam karya Marx dan Engels. Dalam
karyanya yang berjudul Ideologi Jerman, Marx menjelaskan bahwa ketika manusia
dipisahkan dari kerja untuk memenuhi kebutuhannya (dimensi kerja material),
maka manusia akan mengalami sebuah krisis, bayangkan saja sudah berapa ribu
tahun atau bahkan berapa puluh ribu tahun manusia berkembang karena melakukan
kerja, dan sekarang kerja akan dipisahkan dari manusia karena perkembangan
teknologi dan untuk bisnis para kapitalis semata.
Di masa nanti, ketika kerja tidak lagi
untuk memenuhi kebutuhan, para pekerja akan menyaksikan hasil dari akumulasi
modal para kapitalis selama ini. Mereka akan melihat diri mereka dipaksa
menerima kemiskinan dihadapan beberapa orang yang sangatlah kaya. Kelas pekerja
tidak akan dianggap berguna untuk proses produksi itu sendiri. Tapi saya rasa
ini mungkin bukanlah skenario satu-satunya dari kelas borjuis yang menguasai
sistem ekonomi dunia hari ini dengan mengagendakan pengembangan robot-mesin dan
AI.
Walaupun saya masih mendukung
argumentasi Marx mengenai teknologi, bahwa kemajuan teknologi memang akan
membawa kapitalisme kepada suatu fase transendensi dan secara logis akan
membawa kepada keruntuhan kapitalisme itu sendiri. Itu adalah akibat yang
logis, sistem kapitalisme akan runtuh justru karena kelas pekerja sudah tidak
lagi berguna, lalu pertentangan antara orang yang kaya dengan orang yang miskin
akan semakin tajam.
Ini adalah skenario dasar Marx dan
Engels mengenai transendensi kapitalisme. Ini adalah misi historis dari modal
itu sendiri, misi itu akan selesai ketika modal mengurangi secara besar tenaga
kerja hingga jumlahnya minimum absolut. Hari ini kita telah sampai pada bentuk
yang canggih dari pengembangan robot-mesin dan AI. Kita mungkin akan melihat di
waktu depan, bahwa pekerja akan secara bertahap di eliminasi dari proses
produksi. Dengan berjalannya skenario Marx-Engels ini, peran sejarah dari kelas
pekerja sudah jelas: menggebuk kelas borjuis/para kapitalis dan meruntuhkan
sistem kapitalisme di detik-detik terakhirnya.
Yang menghalangi skenario Marx dan
Engels serta kelas pekerja sampai detik ini adalah negara dengan militernya.
Kelas pekerja dihadapkan pada sesama manusia, manusia yang menenteng senjata.
Celakanya lagi perkembangan robot-mesin dan AI ini juga akan menyentuh bidang
kemiliteran, teknologi tersebut akan sangat membahayakan dan menjadi tantangan
tersendiri bagi kelas pekerja nantinya. Atau jika kita tidak ingin melawan
militer yang sudah dipersenjatai atau bahkan digantikan oleh robot-mesin dan AI
di waktu depan, kita mesti menyabotase prosesnya hari ini. Bukan dengan
menggagalkan proyek dari teknologi tersebut, melainkan menggagalkan persentuhan
antara teknologi tersebut dengan militer. Militer manapun di muka bumi ini. Jika
jalan satu-satunya adalah menghapuskan militer, maka itu artinya adalah
penghapusan negara itu sendiri.
“Kita tidak hanya diwariskan masa lalu oleh ibu dan kakek kita, tetapi kita juga meminjam masa depan anak dan cucu kita.”
Sumber:
[1] https://www.youtube.com/watch?v=6KRjuuEVEZs
[2] https://qz.com/1107112/there-are-170000-fewer-retail-jobs-in-2017-and-75000-more-amazon-robots/
[3] https://www.zmescience.com/other/economics/china-factory-robots-03022017/
[4] Ibid.
[5] https://www.venturescanner.com/artificial-intelligence
Daftar Pustaka:
Marx, Karl., Engels, Frederich. 1845.
German Ideology, Jerman: Marxists.org.
0 Comments