( foto: 12 perempuan penembus batas yang menghadiri acara Women Talk / FA)

Marhaen, Jakarta – Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional (HPI) yang jatuh pada tanggal 8 Maret mendatang, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengadakan acara Woman Talk dengan tema “Perempuan Penembus Batas". Acara yang di laksanakan pada Minggu (4/3) pukul 15:00 WIB  di Gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta ini mempersembahkan sebuah pertunjukan tutur dan seni perempuan inspirator.

Kegiatan  ini dihadiri oleh 11 perempuan penembus batas dari berbagai komunitas dan pengetahuan serta pengalaman yang telah mereka rasakan antara lain Bonita Melanie Subono (dari komunitas Rumah Harapan), Bonita (sharing season menjadi Ibu Musisi), Lenin Suryani (sharing season mengenai Perempuan Bukan Kelas Dua), Neneg (sharing season mengenai Bau Dapur, Bau Tanah Kami), Yeni Sahnas (sharing season mengenai Anakku Nakal atau Cerdas Istimewa), Marni (sharing season mengenai Polisi Menyiksa Putra Saya, Negara Cuci Tangan), Retno Listyarti (sharing season mengenai Saya Tidak Takut Dipecat, Justru Melompat Lebih  Tinggi), Sumarni (sharing season mengenai Kejahatan Hanya Dapat Dibalas Dengan Cinta Kasih),  Behistha Framerz (sharing season mengenai Suara Perempuan Pengungsi) dan Ode Tusuk Konde (sharing season mengenai Keluar Tangan untuk Senandungku).

Atmosfir pada hari ini jauh berbeda, di tempat acara berlangsung tutur kata perempuan adalah sebuah upaya mengungkapkan pengalaman disertai dengan emosi pengakuan atas pengetahuan perempuan yang memiliki dampak penting dan mendasar pada perubahan sosial ditengah masyarakat. Pengalaman perempuan mengasuh, merawat orang lain, melawan ketidak adilan, berjalan bersama memiliki indikasi yang memunculkan pertimbangan-petimbangan moral yang mendasar bagi perempuan.

Salah satunya Ibu Ratna Listi, kini ia duduk sebagai komisioner Komisi Perlindungan Anak (KPAI). Perjalanannya menuju apa yang ia capai tersebut tidaklah singkat, melainkan bertanya dengan prosesnya  sebagai penyintas dari kasus yang pernah membelitnya. Ia dulu merupakan kepala sekolah SMA Negeri 3 Jakarta yang di pecat dengan tidak adil oleh Gubernur DKI Jakarta, setelah gugatannya di PTUN menang, kini ia  mewakafkan hidupnya untuk memajukan hak-hak anak dan pendidikan yang sedari dulu menjadi dua hal yang paling di cintainya. Perjuangannya dalam gugatan hak kerja pada masa lalu juga menjadi inspirasi pekerja pegawai negeri sipil lainnya.

“Senang sekali bisa hadir disini  diberi kesempatan oleh panitia menceritakan kisah saya beberapa waktu lalu. Kisah yang sangat rumit dimana nama baik saya di hancurkan, pembunuhan karakter saya dilakukan dan itu melalui media masa” tuturnya.

Selain itu, adapun konsepsi perempuan dari sudut pandang dunia ilmu pengetahuan modern di masa lampau. Bahwa anatomi adalah takdir, kebisuan perempuan didikte, dibuat menjadi objek studi. Perempuan dikeluarkan di ilmu pengetahuan dan tak pernah di ikut sertakan dalam penjelasan-penjelasan tetang kediriannya. Dan di era ilmu pengetahuan modern ada sebuah pernyataan bahwa, menjadi perempuan berarti menjadi seseorang yang tidak mampu membuat konsep dan tak mungkin membuat keputusan di dalam pikirannya. Subjektif dan objektif bukanlah sesuatu yang terpisah bercampur aduk karenannya, perempuan tak mungkin membuat keputusan dan tak mungkin meraih kebenaran walaupun ia selalu merindukannya.

Melaine Subono seorang wanita hebat yang 10 tahun lalu telah mendirikan suatu gerakan bernama Rumah Harapan dengan tujuan untuk memecahkan perspektif yang mengatakan bahwa membantu orang itu harus menjadi  orang yang berada, orang yang memiliki kekayaan lebih. Menurut Melanie jika kita masih percaya perspektif tersebut  kita tidak akan pernah bisa membantu orang lain apalagi jika dengan alasan  keadaan ekonomi kita rendah.

“Dimata saya ada dua jenis manusia yang pertama adalah orang yang membantu atau tidak sama sekali” katanya.

(foto: pemberian cinderamata kepada penggiat perempuan / FF)
Pada sesi akhir, acara ini memberikan sebuah pesan bahwa pengalaman semua manusia valid dan tidak boleh dibuang dari pemahaman masing-masing seorang manusia maka pengalaman perempuan menjadi sangat penting. Pengalaman perempuan merupakan sumber pembelajaran bagi kehidupan bersama dalam kehidupan bangsa.  Perempuan yang sering kali tersisikan, sering kali menjadi sumber pengetahuan penting yang pada umumnya berlawanan dengan kaum penguasa dan di anggap pengacau bagi kelangsungan si pemberikuasa. (FA/DA)