(Foto:Suasana didalam LBH Jakarta/Sumber:Hari)

Marhaen, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Mondaiaal FNV,
memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional. Senin, (10/12) di Gedung YLBHI, Jl. Diponegoro No. 74, Menteng, Jakarta.

Kegiatan Hari HAM Internasional tahun ini bertemakan HAM PURA : HAM Punya Rakyat.

Acara berlangsung sejak pukul 19:30, pada malam itu berbagai masyarakat hadir
menceritakan tentang masalah HAM dalam kehidupan keseharian-harian di Ruang PK
Ojong, dan juga terdapat uraian cerita 7 pejuang HAM, mulai dari peneliti sampai aktivis
buruh.

Rafio Patra salah satu peneliti UI, mengatakan pernah menjadi korban tentang hak
kebebasan berpendapat dan Hak kebebasan berekpresi. Ia menceritakan pengalaman
pernah terjerat UU ITE.

"saya rajin menulis dan penelitian tentang masalah sosial di masyarakat, ketika saya
menulis essay di sosial media (facebook), kemudian saya dituntut undang-undang ITE No
23 oleh oknum pebisnis, karena oknum pebisnis tersebut merasa tersinggung.” Ujarnya.

Pencerita kedua Ardito Ari Nugroho, pekerja freelance asal Jakarta Timur yang biasa
mengendarai sepeda. Menurutnya jalanan kota Jakarta adalah perebutan tata ruang, pada
akhirnya “saya bersepeda karena udara jakarta semakin sesek”. Ia menggugat negara
untuk hadir memberikan hak atas udara bersih.

Pencerita ketiga adalah Ibu Ella Sari terkait tata kelola air, ia selalu berjuang untuk
mendapatkan air bersih. Perempuan asal Rawa Badak, Cilincing Jakarta Utara ini,
mengatakan masalah air adalah masalah HAM.

"Hak air bersih yang harusnya bisa kami akses, sejak 2009 sampai saat ini saya masih sulit
mendapatkan air bersih, air di Rawa Badak masih kotor" Ucapnya.

Pencerita selanjutnya adalah Andreas Yulistio, ia mewakili seniman-seniman yang bekerja
untuk rakyat, Ia mengatakan pelanggaran HAM kerap terjadi saat pementasan kebudayaan

“padahal untuk mengakses kebudayaan adalah kebebasan berekspresi, semua orang itu
seniman, setiap tempat adalah panggung”.

Kemudian pencerita yang terakhir adalah Budi Pego, salah satu pejuang lingkungan hidup di
Tambang Pitu Banyuwangi, Jawa Timur.

"Saya masuk tambang di tahun 2010, karena dampak nyata tambang adalah gunung gundul
sehingga pertanian masyarakat sering terendam banjir. Oleh karena itu saya komplain dan
mulai melakukan berbagai aksi penolakan di 2014” ujarnya.

Ia melanjutkan “setalah aksi saya diambil paksa oleh Polres Banyuwangi tetapi dikeluarkan kembali karena polisi tidak dapat membuktikan bahwa saya bersalah". Ucapnya.

Selain ada cerita-cerita pejuang HAM. Terpajang lukisan dan puisi Wiji Thukul, seorang
korban penghilangan aktivis 1998. Selain itu juga terdapat stand buku-buku gratis terbitan
dari LBH Jakarta.

Peringatan HAM Internasional dimulai sejak 1950. Ketika zaman saat Majelis Umum
mengundang semua Negara dan Organisasi yang peduli untuk memperingati. Tanggal 10
Desember dipilih untuk menghormati Majelis Umum Perserikataan Bangsa Bangsa (PBB)
yang mengadopsi dan memproklamasikan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, sebuah
pernyataan Global tentang HAM pada 10 Desember 1948. (Hari Hadi/MDP)