(Relawan aksi kamisan ke - 600 dengan tema "600 Kamisan Pengadilan HAM Kapan?"/Anwar)
Marhaen, Jakarta – Tepat diseberang Istana Presiden tampak ratusan massa sedang melakukan aksi diam dengan mengenakan pakaian dan payung berwarna hitam sambil memegang poster bertulis “600 KAMISAN PENGADILAN HAM KAPAN??!”. Kamis (5/9/2019)
Diketahui aksi yang sudah mencapai angka ke 600 ini, dilakukan dalam rangka memperingati keengganan Negara untuk menghadirkan ruang keadilan, menghentikan kekerasan serta menjamin ketidak berulangan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) untuk masa depan generasi selanjutnya.
Sumarsih selaku Presidium Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) dalam orasinya mengatakan seharusnya kasus yang terjadi belakang ini menjadi pelajaran bagi Presiden agar dapat menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM.
“Sebagai presiden, semestinya gejolak di Papua ini menjadi tonggak Bapak Presiden Jokowi untuk memperbaiki bangsa ini. Untuk memperbaiki kemanusiaan di Indonesia yang sudah 74 tahun merdeka.” Tutur Sumarsih
(Surat terbuka untuk Presiden RI Joko Widodo/Fifi)
Selain itu, aksi ini juga turut menyurati Presiden RI Joko Widodo dengan surat terbuka bernomor 240/Surat Terbuka_JSKK/IX/2019.Berikut isi suratnya :
Dengan Hormat,
Melalui surat ini kami sampaikan bahwa hari ini, Kamis, 5 September 2019 tepat Aksi Kamisan ke-600. Sebuah pertanyaan perlu kami sampaikan : “Pengadilan HAM kapan?” untuk mengingatkan agar kasus-kasus pelanggaran HAM berat segera diselesaikan sesuai mekanisme yang diatur di dalam UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM.
Perlu kami sampaikan pula bahwa September adalah bulan kelam bagi HAM, tanggal 7 september seorang aktivis HAM, Munir Said Thalib diracun di pesawat GIA dalam perjalanannya menuju ke negeri Belanda untuk memperdalam pengetahuannya di bidang HAM. Tanggal 12 September terjadi tragedi Tanjung Priok yang telah digelar Pengadilan HAM Ad Hoc, namun para terduga pelakunya dibebaskan dari jerat hukuman. Tanggal 24 September terjadi Tragedi Semanggi II yaitu penembakan mahasiswa di Jakarta dan berlanjut ke Lampung dan Palembang, pada saat mahasiswa berdemostrasi mengawal pelaksanaan agenda reformasi. Tanggal 30 September terjadi tragedi kemanusiaan hingga menyentuh perhatian PBB dengan tindakan pembebasan para tahanan di Pulau Buru. Dan, masih banyak pelanggaran HAM berat lainnya yang terjadi dari Aceh hingga Papua yang menjadi luka bangsa di negeri ini.
Bapak Presiden yang kami hormati,
Memanusiakan manusia tidak cukup dengan peningkatan kesejahteraan warga Negara. Gejolak rakyat Papua saat ini layak dijadikan tonggak untuk mendewasakan Indonesia yang telah 74 tahun merdeka. Dan, kemerdekaan Timor-Timur juga pantas dijadikan cermin untuk mengambil kebijakan perlunya menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Sehubungan dengan itu, kami mohon Bapak Presiden berpaling kepada Nawa Cita dan menjadikan penegakan hukum dan HAM sebagai prioritas program yang harus dilaksanakan dalam pemerintahan periode ke-2 (2019-2024).
Bersama ini kami sampaikan kumpulan tulisan dari anak-anak muda yang berbicara tentang HAM. Kiranya Bapak Presiden berkenan membacanya, menelaah, dan menjadikan bekal untuk melangkah dalam menjalankan roda pemerintahan demi bangsa dan Negara 5 tahun ke depan. Penyelesaian secara tuntas sesuai hukum/ketentuan yang berlaku terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu sungguh sangat diperlukan seiring dengan pelaksanaan pembangunan infrastruktur. Tanpa penyelesaian, atau dengan pemberian, maka kebiasaan bertindak represif/kekerasan akan terus berjuang yang pada akhirnya akan menggerogoti kewibawaan pemerintah. Bagaimana masyarakat akan percaya terhadap “kata-kata standar” pejabat bahwa ”… akan menindak seturut hukum yang berlaku ..”, tapi fakta membuktikan bahwa terhadap kasus – kasus yang terjadi di masa lalu, tidak ada tindakan seperti yang diucapkan itu?
Demikian kami sampaikan atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.
(Tampak massa aksi kamisan memenuhi lokasi aksi/Anwar)
Kamisan adalah aksi damai dimulai sejak 18 Januari 2007, bermula dari keinginan para korban dan keluarga korban pelaggaran HAM berat untuk dapat bersuara dan menagih ke Pemerintah terkait penuntasan kasus pelanggaran HAM berat sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam UU No.26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.Pewarta : Fifiyanti Abdurahman/CA
0 Comments