(Sumber foto : Devianart.com)
Harapan merupakan kata-kata manusia, semua bergantung pada harapan, kata yang teramat manis seperti saat manusia menemukan air ditengah kehausan dipadang sahara, semua mencarinya tapi tak dapat ditemukan tanpa ada kerelaan dalam hati, harapan seperti menatap manis seolah menunggu manusia untuk datang ditelaganya untuk meminum airnya.
Jam dinding kamar ku menunjukkan pukul 10 lebih, tadi setelah sholat subuh jam 5 pagi, aku langsung tidur lagi, Zain pun juga demikian, mungkin karena kejadian kemarin membuat kami sangat letih.
Sekarang hari minggu, hari ini aku ingin bersantai, melepas semua kepenatan yang kualami beberapa hari lalu. Lalu segera aku mencuci muka, dan sikat gigi, lalu aku meraih hapeku di atas meja yang telah ku cas semalam, melihat apakah ada yang meninggalkan pesan, atau membaca komentar kawan-kawanku di grup kelas, ku lihat hanya ada dua pesan, dan ratusan pesan yang ada di grup kelas, pesan pertama dari dosen pembimbingku, ia memintaku untuk datang menemuinya senin besok, dan kedua dari Nayla, ia bilang akan datang kekost-an pagi ini, buat apa Nayla datang pagi-pagi begini ke Kost-an.
Lalu tak beberapa lama aku membaca pesan grup. Aku mendengar suara di lantai bawah, seperti bunyi besi bertemu besi. Karena curiga aku bergegas keluar kamar, dengan membawa tongkat kayu jemuran yang berada dibalik pintu.
Ketika ku pastikan, suara tersebut berasal dari dapur, aku mengendap-endap kesana, ternyata itu bukan maling, melainkan Nayla, ia seperti sedang memasak sesuatu.
“ya ampun Nay, aku kira kamu maling?” tanya Reza dengan wajah bertanya-tanya
“hai Za, baru bangun yah” jawab Nayla dengan nada suara yang ceria
“kok kamu bisa disini?" Reza bertanya lagi
“bukannya aku udah bilang di pesanku kalau aku akan datang pagi ini Za” jawab Nayla
“aku baru membacanya tadi, lalu bagaimana kamu bisa masuk?” tanya Reza
“tadi aku sudah mengetuk pintu depan, tapi tidak ada yang jawab, lalu saat aku membuka gagang pintu, ternyata pintu kost-an mu tidak dikunci” jawab Nayla sambil tetap memasak
“terus pagar depan, bagaimana kamu bisa membukanya?” tanya Reza
“ya ampun sudahlah Za, mending kamu bantu aku menyiapkan piring di meja makan, sebentar lagi nasi goreng buatan ku ini matang loh, kamu tidak lapar memang?” jawab Nayla
“tapi..” ketika Reza ingin bertanya, Nayla Memotong
“mending kamu bangunin Zain, kulihat ia tertidur diruang tengah” pinta Nayla
“huft, yah baiklah” jawab Reza menuruti permintaan Nayla
Saat diruang tengah, aku melihat Zain, sedang tertidur pulas, dengan dengkurannya yang halus, aku harap Zain tidak ngiler saat ini, saat aku berusaha membangunkannya aku melihat bercak merah di keningnya.
“Zain, ayo bangun, tuh ada yang masakkin kita nasi goreng, hei bangun” aku berusaha membangunkan Zain
“iyaaaa” nada Zain pelan
“cepat cuci mukamu, Nayla dan aku menunggumu diruang makan” Reza masih membangunkan Zain
“kok ada Nayla, kapan dia kesini?” tanya Zain, sambil duduk
“gak tahu, dia main masuk aja, kau lupa mengunci gerbang lagi Zain?” tanya Reza
“aku tak ingat Za” jawab Zain santai
“pantas dia bisa masuk, lain kali ingat untuk mengunci pintu Zain” Reza mengingatkan Zain
“iya, iya,” jawab Zain
Lalu aku menarik tangan Zain, ia pun bangun dan segera pergi ke kamar mandi. Dan aku kembali ke dapur
“si Zain sudah bangun Za?” tanya Nayla sambil menggoreng telur
“sudah barusan, Nay aku mau nanya?” tanya Reza
“kenapa Za?” tanya Nayla
“aku agak heran sih, entah kebetulan atau tidak, kamu kan pakai lipstik agak merah, terus saat aku bangunin Zain, aku melihat bercak merah di keningnya, apakah kamu menciumnya?” tanya Reza tersenyum dengan nada menyelidik
“ah, tidak, itu nyamuk kali, kamu jangan asal nuduh gitu ah!” ucap Nayla cepat
“hoo, nyamuk toh, berarti si nyamuk mulutnya besar juga yah, yah aku harap si Zain tidak sadar” jawab Reza dengan nada bercanda
Aku melihat wajah Nayla bersemu merah, lalu aku segera menyiapkan piring di meja makan, tak berselang lama Zain datang, dan membantu untuk menyiapkan air minum di meja makan.
“mana Nayla Za?” tanya Zain
“ia sedang menggoreng telur, sebentar lagi juga selesai, tadi kau kenapa tidur di ruang tengah?” tanya Reza penasaran
“tadi habis subuh bersamamu, aku sedang membaca beberapa buku yang dijadikan referensi beberapa dosen kepadaku, agar aku dapat bisa segera menentukan judul skripsi yang akan aku ambil, lalu saat tengah aku membaca, aku tertidur” jelas Zain
“lalu kau sudah tahu apa yang akan kau tulis nanti?” tanya Reza
“baru gambaran politiknya, sepertinya aku butuh lebih banyak baca referensi yang lain” ucap Zain
“waktu kemarin aku ketemu dekan, ia menyampaikan menyelami dinamika politik jangan sampai terlena dengan sejarahnya, sekelumit opini bisa membuyarkan analisis politik, maka dari itu mengumpulkan fakta dan data yang valid merupakan esensi yang paling penting, lalu kau sudah memilih dosen pembimbing?” tanya Reza
“belum,.” Sebelum Zain menyelesaikan kalimatnya Nayla keluar dari dapur dengan membawa nasi goreng telur yang telah ia masak.
“kalian sudah menunggu yah, sepertinya pada kelaparan nih?” ucap Nayla dengan senyumnya yang merekah
“iya, Nay” jawab Zain pelan
Nayla segera membagi nasi goreng kepiring kami masing-masing, dan kamipun menyantap hidangan pagi yang dibuat oleh Nayla, kami memuji masakan yang dibuat oleh Nayla meskipun nasi goreng dan telur tapi itu cukup dengan selera kami, karena pedasnya sesuai dengan lidah kami.
Tak ada lagi raut wajah sedih yang kulihat dari Nayla, tak seperti semalam, kini ia sangat ceria, sekali-kali kulihat matanya sering mencuri menatap Zain saat aku berbicara dengan Zain, aku memang tahu Nayla cinta kepada Zain, tapi aku tak tahu sejak kapan.
Mengenai Zain dengan tunangannya, haruskah kuceritakan kepadanya. Mungkin lebih baik tidak, aku tak ingin sahabatku ini sedih menangis seperti yang dilakukan mantannya dahulu. Lagipula Zainpun telah memutuskan tunangannya tersebut.
“kalian siang ini kemana?, jika kalian belum ada janji, mau datang keseminar acara pers mahasiswa di kampus, acaranya tentang peran media ditengah derasnya arus informasi hoax, pembicaranya mantan redaktur media Garuda Nusantara dan moderatornya aku loh?” pinta Nayla saat kami telah selesai menyantap nasi goreng
“boleh saja” jawab Zain
“kalau gitu kau yang nyetir Zain, aku capek jadi supirmu beberapa hari ini”
“iya, iya Za” jawab Zain sambil berlalu ke dapur dengan membawa bekas piring yang ia gunakan
“Zain tunggu, tolong kau cuci sekalian ini, kau sudah dimasakin bukannya bawa punya kami sekalian” pinta Reza dengan nada bercanda
“tidak usah Zain, biar aku saja yang mencucinya, kalian pergi mandi saja” potong Nayla
“biar aku saja Nay, sepertinya si Reza dendam beberapa hari ini kepadaku” jawab Zain bercanda
“kalo gitu biar aku bantu yah Zain, kamu mandi sana Reza” Ketus Nayla
“arrgghh, ya sudah, gih sana, ingat letakkan piringnya ditempat semula, cek kompornya lagi, dan lepas selang gas dari tabungnya, selain dibersihkan tolong buang sampah ke depan” cecar Reza
“iya, paham Za” jawab Zain tegas
Aku menuju kamarku untuk segera mandi, saat aku selesai mandi, kulihat Nayla telah menunggu di beranda depan rumah saat mobil tengah dipanaskan, kemudian aku menemani Nayla
“mana Zain, Nay?” tanya Reza
“sedang mandi Za" jawab Nayla
“acara nanti mulai jam berapa Nay?” Reza bertanya kembali
“jam 2 siang Za” jawab Nayla
“kamu gak siap-siap Nay, seperti membaca buku, atau materi mengenai acara itu?” tanya Reza
“teman-teman Pers Mahasiswa sudah mengirimkan materinya, tadi aku sudah baca sebentar” jawab Nayla
“lalu, Kamu paham?” tanya Reza
“kurang lebih paham, tidak jauh berbeda dengan yang aku bayangkan” jelas Nayla
Saat kami masih berbicara mengenai acara seminar nanti, Zain datang, ia langsung mengajak kami pergi, dalam perjalanan.
“oh iya Zain” Reza seperti mengingatkan
“kenapa Za?” tanya Zain sambil menyetir
“Tadi pagi didahimu ada nyamuk, besar sekali, saat aku tepuk, nyamuk itu meninggalkan bercak merah dikeningmu, sepertinya nyamuk itu suka kepadamu Zain” jelas Reza
“kau ini ada-ada saja Za” ucap Zain dengan raut wajah tak mengerti
Lalu dari arah belakang Nayla mencubit pinggangku...
Bersambung........
Oleh : Rainz
0 Comments