(Sumber : Google)
Ketika malam diciptakan ia selalu berharap agar tak kesepian, yang kemudian sang maha baik menciptakan bulan dan bintang untuk menemaninya, sebab pasangan dari sang malam enggan untuk menemaninya, bukan tak mau, tapi memang begitulah yang ditulis oleh takdir
Perjalanan hidup yang selalu diawasi oleh rahasia takdir kadangkala membuat manusia menjauhinya, padahal didalamnya di rundung mendung yang sangat tebal, wahai angin laut disana, pahami jeritan hati ku yang sunyi, tolonglah aku dari derita yang tak kunjung selesai, tariklah aku dari kelamku,
Setelah mobil kuparkirkan didalam kost-an, aku membangunkan Nayla yang tertidur, kurasa ia tertidur karena tadi menangis dan juga kelelahan, apalagi ditambah kejadian beberapa hari ini,
“Nay, Nay, banguun Nay” ucap Reza lembut
“mm, mm” gumam Nayla
“bangun Nay, kita udah sampai Kost-an”
“iya” Nayla membuka matanya
“kita udah sampai, lebih baik kamu segera cuci muka Nay, karena wajahmu sembab begitu” kata Reza
“aku ketiduran yah” ucapnya
“kamu masuk duluan aja, aku mau mengunci pagar depan” sahut Reza
“iya, aku ketoilet kostan mu yah” jawab Nayla
“oke, nanti aku segera siapkan makanan untuk kita makan nanti” ucap Reza
“Zain mana?” Tanya Nayla sebelum masuk depan pintu
“mungkin dikamarnya” jawab Reza
Nayla masuk kedalam kostan, sedangkan aku segera menutup pintu pagar, kemudian mengambil makanan yang tadi aku beli lalu masuk dan segera ke dapur, ketika aku sedang menyiapkan peralatan makan di ruang makan, aku mendengar dari lantai 2 seseorang membuka pintu kamar
“Za, kaukah itu?” Tanya Zain dari lantai 2
“ya, aku dibawah, sedang menyiapkan makanan” jawab Reza setengah berteriak
Zain kemudian turun dan menghampiriku yang sedang menyiapkan alat makan,
“tadi kudengar pintu kost dibuka 2 kali?” Tanya Zain
“oh, itu si Nayla yang masuk pertama dan aku yang kedua” jawab Reza
“lalu kemana perginya dia?” tanya Zain
“ke toilet, katanya kebelet tadi, nih sudah aku siapkan makanan, kita tunggu Nayla baru kita makan” jawab Reza
“hmm, ini nasi uduk ku yang mana” ucap Zain
“itu yang karetnya merah, sesuai seleramu, sambal dan nasi dipisah” kata Reza menunjuk bungkusan
“terima kasih Za, kau tahu saja” jawab Zain dengan mengambil nasi uduknya
Disela obrolan kami, Nayla keluar dari toilet dengan senyumnya yang biasa, meskipun masih ada sisa wajah sembabnya tapi sepertinya telah ia tutupi dengan senyumnya itu
“kamu kenapa pulang dulu Zain?” tanya Nayla sambil makan
“iya maaf Nay, saat seminar tadi aku dikabari oleh dekan untuk menyerahkan judul skripsi besok, jadi aku buru-buru pulang untuk menyiapkan hal itu” jawab Zain
“hoo, begitu tidak apa-apa, aku paham kok” jawab Nayla
“bukannya tadi aku udah jelasin Nay” ujar Reza sambil makan
“oh, memang yah, aku lupa, hehe” ucap Nayla sambil tersenyum
Kamipun menikmati makanan kami sambil mengobrol mengenai acara seminar yang dimoderatori oleh Nayla, aku lebih pasif menanggapi sebab menurutku Nayla ingin berbicara lebih banyak dengan Zain. Setelah usai makan, Zain pergi ke beranda depan, aku dan Nayla kedapur untuk mencuci peralatan makan yang kami gunakan tadi
“sudah Nay, biarkan aku yang membereskan peralatan makan, kamu kedepan saja” suruh Reza
“benar tidak apa-apa Za?” tanya Nayla ragu-ragu
“santai saja Nay, gih sana” ucap Reza
Aku menyuruh Nayla untuk menemani Zain, sebab aku tahu si Nayla mungkin ingin lebih banyak ngobrol dengan Zain, setelah aku membereskan tugasku untuk membersihkan dapur, aku berinisiatif untuk membuatkan teh tarik untuk Zain dan Nayla, sehabis hujan serta hawa dingin begini mungkin enak juga untuk minum teh tarik dicampur madu.
Setelah membuat 3 teh tarik madu, aku segera kedepan, aku menaruh satu di meja ruang tengah, sementara yang dua aku bawa kedepan
“nih Zain aku buatkan minuman kesukaanmu” ucap Reza sambil menyuguhkan gelas
“terima kasih Za, waaahh teh tarik madu, perhatian juga sahabatku ini” ucap Zain
“nih Nay aku buatkan buat kamu juga, kamu belum pernahkan mencoba minuman kesukaan Zain?” ucap Reza
“hoo ini toh teh tarik madu yang sering kamu bilang Za?” kata Nayla
“iya Nay, apalagi Reza yang membuat aku jamin enak deh, rasanya seperti dikampungku” potong Zain
“terima kasih Za, aku minum yah” ucap Nayla
“iya silahkan Nay, aku kedalam dulu mau nonton TV” ucap Reza
“disini dulu aja Za, kita ngobrol bertiga sudah lama juga kan?” protes Zain
“jam segini saatnya prime time berita-berita highlight minggu ini, akhir-akhir ini aku jarang menonton berita” ujar Reza beralasan
Reza menatap Nayla yang masih menghisap teh tarik madu dari gelasnya, dari mata Nayla seperti mata itu mengucapkan terimakasih kepada Reza.
Kemudian aku kedalam kost-an dan duduk didekat jendela yang posisinya berada dibelakang Zain, aku ingin mendengar apa yang mereka obrolkan, yah setidaknya jendela tertutup dengan gorden tebal yang menutupi bayangan diriku. Aku segera menyalakan TV dan menyalakan volume sedang, sehingga mereka tidak tahu, kalo aku sedang menguping obrolan mereka berdua.
“bagaimana Nay enak teh tarik madunya?” tanya Zain
“iya enak, Reza pintar juga membuat minuman enak seperti ini” jawab Nayla
“minuman ini favoritnya aku dan kakekku, malahan kakekku sendiri yang mengajarkan kepada Reza dan aku cara membuatnya, kakekku itu mempunyai warung yang menjual makanan dan minuman yang khas” jelas Zain
“aku jadi ingin ketemu kakekmu, pasti orangnya baik yah” kata Nayla
“begitulah Nay, meskipun terkadang aku tak mengerti apa yang dipikirkannya” hela Zain pelan
“aku sudah dengar cerita pertunanganmu Zain, kakekmu sepertinya benar-benar memahami dirimu yah?” tanya Nayla
“jika kamu berkata seperti itu, sejujurnya akupun juga masih tidak paham sampai saat ini” jawab Zain
“kenapa?” tanya Nayla
“kakek menjodohkanku dengan wanita dari keluarga yang tak aku kenal sama sekali, apalagi sampai ditunangkan dengan wanita itu” jelas Zain
“tapi nyatanya, bukankah kamu juga cinta dengan wanita itu?” tanya Nayla
“rupanya Reza telah menceritakan semuanya yah Nay?” tanya Zain
“iya” ucap Nayla pelan
“ingatkah kamu waktu kita bercerita ditaman kampus mengenai cinta”
“soal cinta kenapa harus menyakiti pemiliknya?”
“aku mengerti akhirnya Nay, perasaanmu saat itu” ucap Zain
“maksudmu Zain?”
“dulu aku mencoba menyelamatkanmu dari perasaanmu sendiri, yang telah disakiti oleh lelaki yang kamu cintai, semakin aku mencoba menyelamatkanmu semakin tenggelamnya dirimu dalam kekalutan perasaan itu, padahal dalam logikamu kamu sadar bahwa hal itu akan membuatmu terluka” ucap Zain
“saat itu tak ada yang lebih mengerikan dari ditinggalkan oleh orang yang kita cintai” ucap Nayla
“ya, meskipun kita disakiti olehnya seperti apapun, selama masih ada harapan, kita akan selalu tenggelam dalam cinta yang tak ada dasarnya. Seperti itulah diriku saat ini, terlalu mencintai, terlalu menyayangi seseorang sampai aku harus merelakan cinta yang kumiliki membuatku terluka, dan perih dari luka itu harus kutelan sedalam-dalamnya” jelas Zain
“aku mehamami rasa cinta yang kamu miliki Zain” ucap Nayla getir
“jika ada rasa yang melebihi kata cinta itu sendiri, mungkin rasa itulah yang kualami sekarang ini akan tetapi tak ada kata yang melebihi cinta itu sendiri, aku memahami cintaku kepadanya adalah cinta tak terbalas, dan cinta tak terbalas bukanlah cinta yang mempunyai akhir karena memang tak ada permulaan didalamnya, sama halnya mencintai dalam diam, senantiasa menunggu cinta untuk datang dan menyelamatkan keduanya, yang pada akhirnya akan membunuh pelan-pelan si pemilik dari cinta itu sendiri” kata Zain
Tak ada kata-kata lagi yang keluar dari mulut Nayla, aku mencoba mengintip keluar jendela, Nayla hanya terdiam sambil memegang erat gelas minumannya, tak berselang lama aku mendengar Zain memegang gitarnya dan memetikkan beberapa bait nada sambil bersenandung.
Terasa sekejap mataku melihatmu
Seperti aku menatapmu ratusan waktu lamanya
Masa-masa yang indah itu
Berubah menjadi khayalan pedih
Tahukah dirimu
Hati ini hanya memilu rindu
Duhai hati sungguh berat
Tergores dan tercabik
Duhai hati sungguh pedih
Sungguh pedih cinta sendiri
Hai tuhan pinjamkanlah aku takdir
Biar hati ini dapat merasakan manis
Tetapi ternyata takdir juga sakit
Sakit akan kesetiaanku kepadamu
Malam itu, baru pertama kalinya aku melihat Zain menitikkan airmatanya, beban yang ia miliki sudah ia keluarkan semuanya, tak ada lagi rahasia yang dipendamnya, telah ia tumpahkan semua. Sementara Nayla hanya menatap Zain kemudian menundukkan kepalanya, mungkin Nayla tak ingin menangis meski aku tahu bahwa ia pun juga sakit didalam hatinya
“Nay, aku pengecut yah?” tanya Zain
“tidak Zain, ingatkah kau dengan nasehat yang dulu kamu katakan kepadaku?” tanya Nayla
“takdir mungkin menuliskan berbeda, hanya saja manusia yang terlalu egois ingin menulisnya” jawab Nayla dan Zain bersamaan
“aku ingat Nay” ucap Zain tersenyum
“mulai hari esok, lebih baik kamu fokuskan dulu saja mengenai kuliahmu” ucap Nayla
Kemudian Nayla pamit untuk pulang ke kost-annya, ketika Nayla hendak berangkat,
“terima kasih Nay, kamu sangat berarti bagiku” ucap Zain kepada Nayla
Nayla hanya tersenyum, senyum yang sangat manis sekali.
Bersambung............
Oleh : Rainz
1 Comments
Padahal bagus dan bikin penasaran