(Foto : Tunda Pilkada Serentak 2020/RMOLLampung)


Kondisi pandemi covid-19 masih terus mengalami perkembangan menanjak di berbagai belahan dunia. Berikut adalah perkembangan terbaru terkait covid-19 di negara-negara ASEAN, salah satu nya Indonesia, Kini jumlah kasus covid-19 di Indonesia tercatat menjadi yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara, yaitu dengan 54.010 kasus. Per hari Minggu (28/06), jumlah pasien yang dinyatakan positif oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan covid-19 bertambah 1.198 orang. Sehingga total keseluruhan menjadi 54.010 kasus positif covid-19. Sementara untuk pasien sembuh bertambah 1.027 pasien, sehingga total secara akumulatif sebanyak 22.936 orang pasien sembuh. Sedangkan pasien yang meninggal dunia karena virus ini bertambah 34 orang. Dan total kasus meninggal mencapai 2.754 orang.

Sementara di lain tempat sejumlah media memberitakan sikap para Senator dan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang meminta pemerintah mengkaji ulang rencana Pemilihan Kepala Daerah Serentak (Pilkada) 2020 yang akan digelar pada 9 Desember 2020, bukan itu saja banyak juga penolakan yang di lakukan oleh kalangan Aktivis dan organisasi masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk pilkada sehat bahkan sudah banyak juga petisi penolakan untuk pemilihan kepala Daerah atau Pilkada serentak 2020.

Penulis sependapat jika Pemilihan Kepala Daerah Serentak atau Pilkada yang akan berlangsung pada, 09/12/20 akan digelar ditengah pandemi dinilai tidak tepat. Pesta demokrasi di tengah masyarakat yang sedang berjuang menghadapi pandemi covid-19 sebaiknya ditunda sampai tahun 2021, Namun bukan hanya sekedar sepakat dengan penolakan atau ditunda nya Pilkada tersebut, penulis menyatakan ada sejumlah pertimbangan mengapa menolak berlangsungnya pelaksanaan Pilkada serentak 2020. Salah satunya adalah karena organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO) telah menyatakan covid-19 sebagai Pandemi Global yang belum bisa diprediksi kapan akan berakhir, alasan lainnya adalah bahwa pemerintah telah menetapkan covid-19 sebagai bencana nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020, dan sampai saat ini status tersebut masih berlaku.

Selain itu, Pandemi berdampak pada meningkatnya jumlah korban secara masif, Pandemi covid-19 juga menimbulkan kerugian harta benda, meluasnya cakupan wilayah yang terkena bencana, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di Indonesia,  Pilkada serentak 2020 pun sangat rentan mengancam keselamatan jiwa para pemilih dan penyelenggara pemilu. Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2020 yang telah disepakati oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama 270 kepala daerah melalui naskah perjanjian hibah daerah sebesar Rp9.9 triliun. Anggaran tersebut tentu akan sangat bermanfaat bagi daerah  apabila dapat digunakan untuk penanganan pandemi dan pemulihan terdampak covid-19. Melihat dan menilai semangat Pemerintah memberi jaminan tidak menyebarnya virus covid-19 selama proses pilkada belum tergambar sampai saat ini. Karena itu penulis menyarankan kepada penyelenggara pemilu agar lebih tegas, tidak hanya menyelamatkan peserta dan pemilih, tetapi juga diri mereka sendiri sebagai penyelenggara, Sedangkan pengajuan tambahan anggaran pelaksanaan Pilkada serentak Tahun 2020 oleh KPU sebesar Rp. 535,9 miliar, di tengah kondisi pandemi ini akan sangat memberatkan keuangan negara, Belum pula terhitung penambahan anggaran yang dibutuhkan oleh 270 daerah untuk kebutuhan pelaksanaan Pilkada serentak 2020 dengan Protokol Covid-19.

Penyelenggaraan Pilkada serentak ditengah pandemi covid-19 dikhawatirkan akan merusak makna dan kualitas demokrasi sebagai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Alasannya hal itu mengabaikan aspek sosio-ekonomi dan kesehatan masyarakat. Mengingat pemilu serentak pada April 2019 lalu telah memakan banyak korban penyelenggara, padahal pelaksanaannya dilakukan pada masa normal. Sebelumnya kita sudah dikecewakan dengan korban-korban penyelenggara di pemilu sebelumnya di masa normal, apalagi di masa new normal saat ini, jangan sampai terulang kembali. Karena itu penulis meminta pemerintah untuk mempertimbangkan pelaksanaan Pilkada tersebut, minimal satu tahun dari jadwal sebelumnya dan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Pemerintah, DPR RI, dan KPU RI juga harus memperhatikan doktrin yang diterima secara universal, yaitu "salus populi suprema lex esto", Yakni agar keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi bagi suatu negara. Dan penulis menegaskan kembali bahwa menjaga keselamatan masyarakat indonesia lebih utama ditengah covid-19 yang melanda seluruh wilayah indonesia, kita seharusnya sadar dengan kejadian pemilu di 2019, dan itu semua sudah cukup menjadi pelajaran berharga untuk kita semua. Penulis berharap kita semua bisa belajar dari kesalahan dan mengharapkan kebijaksanaan dari pemerintah.


Penulis : Andri Kurniawan Reforto Hutagalung, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Karno

Editor  : Chaerul Anwar