(Foto : Aksi online selasaan ke-14 yang diadakan oleh Aliansi Gerak Perempuan pada Selasa, 6 Oktober 2020 yang diadakan via Zoom dan disiarkan langsung di laman Facebook Indonesia Feminis/Ayu)
Marhaen, Jakarta – Pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja yang dilakukan DPR pada tanggal 5 Oktober 2020 memberikan kabar buruk bagi seluruh masyarakat Indonesia, pasalnya Undang-Undang tersebut bertujuan untuk mempermudah investasi masuk, namun semakin mencekik buruh, menghancurkan alam dan kaum perempuan. Hanya perlu waktu yang singkat bagi Pemerintah dan DPR untuk merancang, membahas dan mengetok palu mengesahkan Omnibus Law Cipta Kerja.
Aksi Selasaan diselenggarakan sebagai bentuk penegasan sikap untuk tidak begitu saja menerima keputusan DPR mengeluarkan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual) dari Prolegnas Prioritas 2020. Aksi ini dilakukan setiap Selasa di depan Gedung DPR RI, namun kini aksi selasaan dilakukan secara daring dikarenakan kondisi pandemi Covid-19. Gerak Perempuan melaksanakan aksi selasaan online sesi 14 pada Selasa (6/10/20) yang dihadiri oleh beragam peserta yang diadakan melalui via Zoom Meeting juga disiarkan di laman Facebook Indonesia Feminis.
Eva Nurcahyani perwakilan dari Lingkar Studi Feminis (LSF) dan juga koordinator lapangan dalam aksi online ini memberikan pernyataan sikap atas Aliansi Gerak Perempuan dan menuntut kepada DPR untuk segera mengesahkan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual), RUU PPRT (Peraturan Pekerja Rumah Tangga), RUU Ketahanan Keluarga, dan mencabut undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Peserta aksi online ini juga menyampaikan keresahannya atas apa yang akan terjadi melihat tidak kompetennya pemerintah dalam menampung aspirasi masyarakat. Salah satunya Ibu Jumisih dari ketua Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) yang membacakan surat balasan untuk Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Dalam suratnya Jumisih menanyakan tentang hati nurani Ida Menaker kepada kaum buruh.
“Surat ini saya buat sebagai bentuk balasan dari kami para buruh, bu menaker hari ini saya memulai hari dengan nafas panjang dan berat. Saya pikir bukan hanya saya namun teman-teman saya di pabrik-pabrik, di jalan-jalan, di industri manufaktur dan non manufaktur di seluruh Indonesia. Beban hidup yang akan semakin berat kedepan karena Undang-Undang Ciptaker akhirnya disahkan kemarin sore. RUU yang kami tolak segenap energi akhirnya disahkan juga oleh pemerintah. Benarkah hati ibu menteri bersama kami (buruh)?”. – ungkapnya pada saat membacakan surat tersebut.
Shella Syifa perwakilan dari Women Studies Center (WSC) juga memberikan aspirasinya atas kegelisahan yang terjadi pada masyarakat. Ia menanyakan rakyat mana yang DPR dengarkan ketika para dewan yang mengatakan bahwa akan selalu menampung aspirasi rakyat.
”Virus Covid-19 sudah semakin menyebar di negara kita, angka kematian dan angka terpapar positif semakin tinggi. Namun, mereka malah membahas dan mengesahkan Omnibus Law yang sangat merugikan rakyat. Mereka selalu mengatakan bahwa “kami akan selalu menampung aspirasi rakyat” namun rakyat bagian mana yang kalian maksud?”. – tanyanya sebagai ekspresi atas ketidakpahamannya dengan ungkapan dan tingakan DPR.
Sebagai penutup aksi, Eva menyatakan bahwa aksi online selasaan akan terus diadakan oleh Aliansi Gerak Perempuan untuk bersama-sama mengawasi jalannya kinerja pemerintah dan DPR.
Penulis : Ayu Rizquina
Editor : Chaerul Anwar
0 Comments