(Foto : Suasana museum Fatahillah diakhir pekan tampak sepi, Minggu (10/01)/Danu)
Sore itu, tepat pada hari Minggu (10/01), saya bersama keempat rekan saya berjalan menyusuri Kota Tua. Bangunan sejarah berdiri megah, kokoh melambangkan kejayaan era kolonial pada masa itu. Kota Tua juga begitu unik dengan ciri khas arsitektur eropa abad-17 yang membuat saya merasa seperti berada di masa lalu.
Layaknya barang antik, beberapa bangunan di Kota Tua ini juga banyak bangunan yang dialihfungsikan menjadi museum. Ketika berjalan, mata kami tertuju di satu bangunan yang sangat unik menurut kami, bangunan klasik benuansa putih membuat ia terlihat elegan.
Museum Fatahillah namanya. Konon sejarahnya, dahulu museum ini merupakan Balai Kota Batavia yang dibangun pada tahun 1707-1712 atas perintah Gubernur jendral Joan van Hoorn. Gedung di museum ini, terdiri atas bangunan utama di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan dan ruang bawah tanah sebagai penjara pada masa itu.
Pada tanggal 30 Maret 1974, bangunan ini diresmikan sebagai bangunan Museum Sejarah Jakarta atau yang lebih di kenal dengan sebutan Museum Fatahillah, sebuah museum yang terletak di jalan Taman Fatahillah No.1, Jakarta Barat.
Lalu, tak butuh waktu lama kami pun memutuskan untuk memasuki museum tersebut. Layaknya ditempat lainnya, guna mencegah penyebaran virus Covid 19, maka dari itu para petugas museum memeriksa suhu tubuh pengungjung terlebih dahulu sesuai prokes museum tersebut, baru setelah itu dijinkan masuk ke museum ini.
Seperti yang kita ketahui, Covid 19 adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh melalui jaringan pernapasan yang dapat mengakibatkan terjadinya meninggal dunia. Lantaran virus ini sudah menyebar di seluruh dunia termasuk Indonesia, maka dari itu World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan virus ini sebagai Pandemi.
Dijakarta sendiri, telah banyak kebijakan yang dikeluarkan pemerintah guna mencegah penyebaran virus ini. Meskipun begitu, hal tersebut tidak dapat mencegah lajunya penyebaran Covid 19. Dampak virus ini, yang dirasakan masyarakat dunia terkhusunya Indonesia sangatlah buruk, dan itu terjadi dalam berbagai aspek, salah satunya museum Fatahillah.
Ketika diwawancarai marhaenpress, Surparta selaku tim pemandu mengatakan, memang adanya pandemi ini sangat merugikan museum, terlihat dari pengurangan pengunjung sebesar 5 hingga 10 persen, padahal ini dihari libur.
“Itu hanya ada pada saat kondisi Covid seperti ini, dan jumlah pengunjung rombongan yang biasa kita terima satu kelompok 30 orang ya. Namun, pada masa sekarang ini paling banyak maksimal hanya 15 orang,” kata Surparta di Museum Fatahillah, Minggu (10/01).
(Foto : Suasana di dalam museum Fatahillah, pengunjung jarang terlihat, Minggu (10/01)/Bunga)
Selain itu, Suparta menambahkan, bahwa mereka juga telah menjalankan antisipasi Covid dengan melakukan 3M yaitu Mengenakan Masker, Menjaga Jarak, dan Mencuci Tangan. Serta, ketika ingin memasuki museum, pengunjung dimintai KTP, tujuannya untuk mengantisipasi jika terjadi sesuatu.
“Saya ingin bilang gini loh, aturan yang diterapkan di museum ini bener-bener sangat selektif dan hati- hati. Karena untuk menjaga keselamatan pengunjung itu sendiri dan orang-orang yang ada di museum, walaupun konsekuensinya secara jumlah pengunjung itu merosot drastis,” tambahnya.
Saya akui, setuju dengan ucapan Suparta. Karena saya juga merasakan hal tersebut, dahulu sebelum adanya pandemi museum ini sangat ramai pengunjung. Namun, sekarang ketika kami memasuki dan menelusuri setiap sudut museum ini, suasana yang kami rasakan sangat sepi. Pengunjung hanya terlihat satu dua orang saja. Sangat drastis perubahannya.
Cukup lama kami di dalam museum ini, duduk dikursi taman sembari menikmati sejuknya tiupan angin. Setelah merasa bosan, kamipun memutuskan untuk pulang.
Penulis : Bunga Nabila Puji Lestari
Editor : Chaerul Anwar
0 Comments