Foto : Pemaparan materi oleh Asfinawati saat webinar / Elisabeth


Marhaen, Jakarta – Membahas korupsi yang terjadi di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (UBK) mengadakan webinar bertemakan “ Fenomena korupsi menteri utusan partai politik (parpol) ” via zoom meeting, pada Senin 01/02/21.

Banyaknya kasus korupsi oleh menteri beberapa waktu lalu menimbulkan keraguan di kalangan masyarakat terhadap parpol, kembali dipertanyakannya kinerja lembaga demokrasi mengingat parpol merupakan asal usul kekuasaan. Gambaran kondisi partai saat ini menimbulkan pertanyaan tentang masalah kaderisasi dan kekhawatiran potensi konflik kepentingan.

Asfinawati selaku ketua YLBHI mengatakan bahwa korupsi yang melibatkan menteri harus dilihat dalam kerangka lebih luas yaitu partai politik, banyaknya calon legislatif (caleg) yang merupakan mantan koruptor menggambarkan bahwa parpol tidak banyak memiliki kandidat bersih dari kasus korupsi

“ Caleg mantan koruptor merupakan produksi partai politik, dan mereka merasa baik-baik saja mengajukan mantan koruptor, seakan-akan mereka tidak mempunyai cukup kader selain orang yang sudah pernah korupsi dan karena ini menurut saya adalah satu gejala yang menunjukkan bahwa korupsi itu memang di setting oleh partai politik ” ucap Asfinawati (Senin, 01/02/2020 saat berlangsungnya webinar)

Politik dinasti, kekuasaan secara turun temurun dilakukan dalam kelompok keluarga masih terikat dengan hubungan darah juga merupakan sumber korupsi atau sebetulnya alat untuk mempertahankan korupsi, telah dipaparkan data beberapa pejabat yang mempraktikkan politik dinasti pada presentasi asfinawati saat webinar tersebut.

Menangapi pertanyaan Mahasiswa mengenai peran Mahasiswa dan sistem digitalisasi terhadap penanggulangan tindak korupsi, Asfinawati mengungkapkan, mengingat karakter KPK adalah penegak hukum tidak memungkinkan untuk bahan-bahan dokumen penegakan hukum dibuka kepada publik secara detail yang diatur dalam undang-undang keterbukaan informasi, dibutuhkan akuntabilitas KPK.

Asfinawati juga menambahkan pendapatnya terkait korupsi atau pengurusan Negara yang koruptif masuk ke ranah kampus, seperti pemilihan rektor, dekan dan lain-lain, dengan dugaan kasus plagiariasi  pihak mengusut serta mendapatkan tindakan balasan, mahasiswa dapat  memulai dari hal seperti ini karna keterbukaan kampus sangat tergantung dari keterbukaan di lingkungan dosen maupun pejabat kampus, begitu pimpinan kampus di intervensi oleh kekuasaan dan pemerintah pasti akan membuat ruang untuk mahasiswa memiliki kebebasan akademis termasuk untuk seluruh civitas akademi.

Dan untuk apa yang harus dilakukan mahasiswa banyak sekali dan sebetulnya telah banyak yang dilakukan, tapi sebetulnya akhir-akhir ini fenomenanya korupsi atau kepengurusan Negara yang koruptif itu sampai ke kampus, mulai dari pemilihn rektor, dekan dan lain-lain sekarang sedang ramai, beberapa rektor dan kampus mengenai dugaan plagiariasi. Kemudian orang yang mencoba mengusut mendapatkan tindakan balasan, mahasiswa sebetulnya bisa mulai dari sini karena keterbukaan mahasiswa di kampus juga sangat tergantung dari keterbukaan di kalangan dosen maupun pejabat kampus dan begitu pimpinan kampus nanti diinterfensi oleh kekuasaan dan pemerintah pasti mereka membuat ruang yang untuk mahasiswa untuk kebebasan akademis termasuk untuk seluruh civitas akademi ” ujarnya.

 

Penulis : Lawra Angelina Nababan
Editor : Ayu Gurning