(Foto : Pasangan Calon ketua dan calon Sekjen 01 dan 02, BEM FH 2021/instagram Pemira FH UBK)


Dalam menyambut Pemira FH UBK izinkan saya mengutarakan sebuah opini sebagai suatu apresiasi, dimana saya akan mengutarakannya dalam beberapa komponen.

·         Dinamika Mahasiswa

Reformasi dikorupsi di 2019 dan partisipasi mahasiswa yang berusaha untuk menggagalkan Omnibus Law di 2020 adalah respon mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro kepada rakyat. Dan Universitas Bung Karno (UBK) yang memotoi "kampus penyambung lidah rakyat" juga mengambil andil, memobilisasi massa mahasiswa untuk turut menggelar aksi demonstrasi di dua momen bersejarah tersebut.

UBK sebagai wadah diskursus ide-ide besar bung karno, mutlak kiranya agar individu-individu yang menjadi bagian darinya, diharapkan dapat mengejawantahkan ide-ide besar tersebut secara konsekuen pada setiap pandangan maupun tindakan, pada setiap tongkrongan di kampus maupun di luar kampus dan pada ruang-ruang diskusi formal, informal, maupun non formal dengan sesama mahasiswa UBK atau mahasiswa diluar UBK.

Adapun dalam aspek gerakan, UBK dikenal sebagai kampus yang menciptakan aktivis dengan kejelasan keberpihakannya kepada kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Dikenal juga sebagai pelopor gerakan yang solid, dinamis dan akuntabel.

Tentu, dari seluruh proses yang saya jelaskan diatas, tak bisa dipahami sebagai rangkaian yang terbentuk dengan instan atau terpisah-pisah.

·         Persatuan

Mengawali tahun 2021 di UBK, ada yang berbeda, selain karena intensitas mahasiswa yang mempersiapkan diri menghadapi Ujian Akhir Semester (UAS) di bulan februari mendatang, pun kiranya ada tambahan kefokusan kita terhadap Pemilihan Raya (Pemira) Badan Eksekutif Mahasiswa - Fakultas Hukum (BEM - FH) UBK.

Romantika yang cukup unik, pasalnya dari sekian banyak Mahasiswa FH UBK, jumlah yang terdaftar untuk bertarung merebut kursi BEM FH UBK hanya 2 pasangan calon. Dinamika yang ditampilkan juga memiliki dasar yang jelas, bahwa dari setiap perbedaan visi maupun misi, entah itu ego atau ambisi, dari keduanya akan dimuarakan pada persaudaraan tanpa sekat, prinsip persaudaraan, prinsip nasionalisme pancasilais ala Bung Karno.

Sementara, pada aspek Dialektika antara keduanya, perlu kiranya di apresiasi setinggi - tingginya, gagasan - gagasan besar sebagai landasan penuntun arah gerak keduanya juga diambil tidak jauh pandangan - pandangan besar Bung Karno.

Misal, kedua paslon bersepakat untuk rekonsiliasi setelah pemira, yang menang akan merangkul dan membuka ruang untuk yang kalah dan yang kalah tetap berkontribusi merealisasikan idenya dengan cara bergabung dengan struktural BEM FH UBK. Politik yang unik kan kawan?

·         Harapan Kedepannya

Mengutip adagium dari cina "waktu berputar, periode berlanjut, kualitas yang kolot akan digantikan dengan kualitas progresif" dan yang di siratkan adalah tenggat kepemimpinan pada setiap masa ada batasnya, begitu pun pada tingkatan BEM FH.

Dari seluruh kekurangan ataupun kelebihan dari yang lalu - lalu, harus diapresiasi, minimal apresiasinya pada jiwa pemberani yang berani mengambil resiko untuk memimpin.

Penulis memaknai bahwa setiap manusia tak bisa melarikan diri dari kekhilafan sebagai pembeda manusia dengan malaikat.

Penulis juga memahami, dari setiap proses entah itu progres maupun regres, ada pengalaman yang terselip di history yang dapat diambil.

Kedepannya, penulis mengharapkan perpaduan antara ide - ide besar dan pengalaman history yang pernah terjadi harus dipadukan menjadi kesatuan evaluasi untuk menjadi kompas penuntun sekaligus pencetus gerak politik BEM FH kedepannya.

Toh, lagipula, konsepsi gerak politik Bung Karno hampir seluruhnya bersumber dari pengalamannya dan ide - ide besarnya.

Potensi serta kesempatan yang dimiliki oleh mahasiswa sebagai kaum intelektual, umumnya mahasiswa ubk, khususnya mahasiswa FH UBK, maka ia harus memiliki keyakinan dan pemikiran yang tidak boleh ditunggangi oleh siapapun, kecuali oleh kepentingan rakyat. Oleh karena itu, posisi sentral mahasiswa harus didayagunakan untuk memperjuangkan rakyat.

Pertama, kita harus menjadi "penyambung lidah rakyat" yang sesuai dengan slogan kampus kita. Kita harus memahami bahwa mahasiswa harus menjadi bagian dari aspirasi masyarakat. Tantangan terbesar untuk pemimpin BEM FH UBK ke depan sebagai bagian dari entitas sosial ialah bagaimana mereka menyadari dan memaknai perannya dalam kehidupan masyarakat dan bagaimana memberikan sumbangan pemikiran untuk kepentingan rakyat serta dapat menghubungkan antara kesadaran masyarakat dengan kesadaran mahasiswa UBK pada umumnya dan mahasiswa FH UBK pada khususnya untuk diakumulasikan menjadi perpaduan isu sentral yang dapat menyatukan diantara keduanya.

Kedua, kita mahasiswa FH UBK, dibawah kepemimpinan BEM FH UBK harus berani tampil sebagai alat kontrol politik terhadap kekuasaan. Dalam sejarahnya, mahasiswa dituntut untuk memberikan pemikirannya yang kritis serta konstruktif dalam mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, mahasiswa harus memegang teguh independensi untuk selalu menjadi kalangan oposisi tunggal yang mengontrol kekuasaan agar pemerintah tidak sewenang-wenang dalam rangka mewujudkan tujuan negara dan dari cita-cita bangsa sebab dalam pandangan penulis, hampir seluruh legislator kita di parlemen sudah bukan lagi representatif dari rakyat indonesia.

Ketiga, kekuatan moral adalah fungsi utama dalam peran mahasiswa untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini menjadi beralasan karena mahasiswa adalah bagian dari masyarakat sebagai kaum terpelajar yang memiliki keberuntungan untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Mahasiswa dengan segala keunikan dan kelebihannya masih sangat rentan, sebab posisi mahasiswa yang dikenal sebagai kaum idealis harus berdiri tegak di antara idealisme mereka dan realita kenyataan. Sikap BEM FH UBK dalam memimpin Kita harus tegas dan jelas.

Harapan penulis untuk siapapun yang akan terpilih sebagai Ketua dan Sekjen BEM FH nanti, agar dapat memposisikan diri dari internal personnya maupun dari lembaganya untuk dapat merangsang seluruh mahasiswa UBK dan BEM FH khususnya untuk kembali mengaktifkan imajinasi dan nalar kritisnya dalam melihat berbagai persoalan bangsa, baik konteks lokal, nasional, maupun internasional, dalam melihat persoalan pendidikan sampai dengan persoalan kerakyatan.

 

Penulis: Nasaruddin Latupono, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Karno

Editor  : Ayu Gurning