Marhaen,
Yogyakarta - Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan HAM D.I Yogyakarta (Kanwil Kemenkumham DIY)
menyelenggarakan webinar online bertemakan “Urgensi Perubahan Undang-Undang No.16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum “ Via Zoom dan Live
streaming Youtube. Kamis, (04/02/2021)
Dalam webinar Ekomaung Noer Kristiyanto S.H., M.H., selaku peneliti Hukum di
Kementerian Hukum dan HAM RI mengungkapkan bahwa aturan dasar UU yang mengatur
urusan bernegara tidak lepas dari adanya konstitusi begitu juga dengan UU
bantuan hukum.
“Konstitusi
ini kan aturan main kita
dalam urusan bernegara maka biasanya seluruh dimensi kehidupan itu dasarnya ada di konstitusi, nah
tenyata untuk bantuan hukum ini ada juga yang pertama adalah Pasal 1 UUD 1945 yang berbicara tentang negara hukum
lalu, berikutnya adalah
Pasal 27 tentang
persamaaan hak dihadapan hukum, lalu berikutnya lagi ada Pasal 28 E ayat (1), dan Pasal 34 dimana ini
sangat relevan kita bicarakan,
secara praktis bahwa dalam UU bantuan hukum itu dikatakan penerima bantuan
hukum itu orang miskin “,
ucapnya
Ternyata dalam membahas bantuan hukum masih banyak
problematika yang ditemukan,
diantaranya kesadaran masyarakat miskin terhadap bantuan hukum masih sangat minim, jumlah advokat
dan persebaran OBH (Organisasi Bantuan Hukum) masih belum merata, ketentuan
dalam Undang-Undang yang dinilai membatasi
ruang gerak, tumpang tindihnya peraturan sejenis serta masih belum efektifnya
serapan anggaran bantuan hukum kepada masyarakat miskin.
“Setelah
10 tahun diberlakukan UU ternyata masih banyak problematika di lapangan dalam
pelaksanaannya, nah di refleksi 10 tahun ini ada problematika yang sangat
fundamental yaitu terkait korelasi dengan peraturan UU lain, karena ternyata selain UU No.16
tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum ada juga peraturan UU lain yang
membahas tentang bantuan hukum bahkan lahir sebelum adanya UU bantuan hukum “
terang Ekomaung Noer Kristiyanto
Dalam webinar yang berlangsung Prof. Dr. H.
Tata Wijayanta, S.H., M.Hum selaku Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) juga menambahkan, elemen yang menjadi urgensi
dalam bantuan hukum yaitu tanggung jawab negara serta negara wajib hadir di
dalam memberikan bantuan hukum secara luas.
Untuk definisi dan prosedural penerima bantuan hukum sendiri
Ekomaung Noer Kristiyanto menungkapkan bahwa untuk tidak terjebak dengan
hal-hal prosedural serta mengganggu hal yang esensi, jadi perlu dicari jalan
keluar tentang definisi miskin dalam Undang-Undang, dan ternyata bukan hanya orang miskin yang harus
mendapatkan bantuan hukum ini terdapat juga orang yang disebut
kelompok-kelompok rentan. Hal tersebut harus ada reformulasi tentang masyarakat
yang mendapat bantuan hukum.
Eko Suwanto, ST, M.Si selaku Ketua Komisi A DPRD Provinsi D.I. Yogyakarta turut
diundang sebagai narasumber juga mengungkapkan bahwa adanya kesulitan mengkualifikasi siapa yang
disebut masyarakat miskin dan masyarakt rentan.
Di sisi lain pemberi bantuan hukum yang berfokus pada akreditasi
dan verifikasi periode dinilai terlalu lama sehingga menghambat lahirnya OBH
baru menjadi sebuah persoalan. Untuk mengatasi ini perlunya perubahan dalam
mempercepat verifikasi dan akreditasi kepada pemberi bantuan hukum tersebut.
“Verifikasi bantuan hukum itu
dilakukan setiap 3 tahun, jadi sampai saat ini sudah ada 3 kali periode untuk
verifikasi dan akreditasi, nah persoalannya adalah ini terlalu lama
dan bukan solutif karena jangkauannya luas sedangkan para OBH yang sudah ada ini terbatas sehingga menghambat
lahirnya OBH baru, tetapi secara prosedural terhambat sehingga harus dipercepat mungkin 1 tahun sekali”, katanya
Dalam hal pertanggungjawaban APBN diungkapkan bahwa OBH
masih bingung terkait kebijakan yang ditetapkan oleh kementerian Keuangan (Kemenkeu) tentang bantuan hukum
sehingga menghambat kerja para OBH. Untuk menanggapi hal tersebut perlunya sosialisasi terkait kepada OBH
Dalam menggapi persoalan tentang bantuan hukum tersebut
Ekomaung Noer Kristiyanto memberikan saran dalam regulasi serta upaya
menghadapi Urgensi Perubahan Undang-Undang No.16 Tahun 2011 tentang bantuan
Hukum.
“Saran untuk hal ini adalah memperjelas kedudukan dan
korelasi Undang-Undang Tentang Bantuan Hukum dengan peraturan perundang-undangan lain
yang juga mengatur tentang pemberian bantuan hukum, memperluas kriteria bantuan
hukum, mengatasi hambatan prosedural sekaligus mempertegas peranan Pemerintah Daerah (Pemda) serta waktu dan periode
akreditasi juga verifikasi “,
tutupnya
Penulis : Ayu Gurning
Editor
: Chaerul Anwar
0 Comments