Marhaen
, Jakarta - Historia.id menggelar Dialog Sejarah bertemakan "Minum kemarin mabuk sekarang, alkohol dan
kejeniusan lokal” streaming via Youtube Historia. Kamis, (04/03
2021).
Dialog yang di moderatori langsung oleh Bonnie Triyana sekaligus Pimred Historia.id menghadirkan 2 narasumber, Saras Dewi merupakan aktivis perempuan dan dosen filsafat UI yang aktif dalam gerakan lingkungan dan ekofeminisme serta Tommy F. Away selaku pengajar di IKJ (Institut Kesenian Jakarta) kajian Tommy meliputi filsafat, kebudayaan, seni dan sejarah, karya cerpen, selain itu juga aktif mengajar di Universitas Indonesia.
Investasi miras hanya salah satu bagian pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Namun Jokowi akhirnya mencabut lampiran tentang investasi miras tersebut yang akan berlaku 4 Maret 2021.
“Terlepas
dari kontroversi tentang Perpres bidang usaha
penanaman modal yang memuat aturan soal miras yang banyak ditolak dari
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan ormas-ormas lainnya, juga tokoh-tokoh agama yang lain, serta masukan-masukan dari provinsi
daerah," ujar Jokowi.
"Bersama ini saya
sampaikan, saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru
dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan
dicabut" sambung Jokowi dalam tayangan video YouTube Sekretariat Presiden.
Di
Indonesia aturan soal miras
ternyata sudah ada sejak dulu alkohol diciptakan sebagai produk local (local
wishdom), di Sumatera
identik dengan tuak nya, Jawa
tengah ada ciu solo yang diproduksi di daerah Bekonang, daerah timur sendiri
identik dengan sofi atau cap tikus nya yang sangat populer. Secara
historis minuman alkohol, dahulu leluhur memanfaatkan kreatifitas mereka untuk menjadikan
buah-buahan dan dedaunan sebagai
bahan minuman atas dasar respect creativity dan sebuah bentuk penghormatan
untuk alam karena telah banyak memberikan kekayaan sumber daya yang bermanfaat dan melimpah.
Peraturan Gubernur (Pergub) No. 1 Tahun 2020 yang disahkan di Bali, mengatur dengan jelas
mengenai produksi dan distribusi
minuman beralkohol distilasi khususnya mempunyai muatan kebudayaan. Seperti arak, tuak, dan beureum yang mengatur
adanya identifikasi alkohol digunakan untuk acara ritual tertentu seperti peribadatan, tapi juga harus menghormati ruang-ruang publik yang menyangkut agar alkohol tidak
disalahgunakan oleh pihak tidak bertanggung jawab.
"Di dalam pandangan
masyarakat setempat atau Bali khususnya alkohol mempunyai banyak peran diantaranya adalah fungsi sosial
dan fungsi spiritual, dalam arti sebagai cara menjalin silaturahmi rasa
persaudaraan dan rasa saling menjaga satu sama lain, selain itu fungsi
spiritual adalah cara untuk
berkomunikasi dengan yang maha agung. Salah satunya adalah arak Bali yang
ketika di guyurkan ke tanah dapat mempunyai fungsi sebagai rasa persembahan
terhadap leluhur mereka, tidak hanya
sesederhana itu kita memandang minuman beralkohol yang stigma nya hanya untuk
memabukkan, tapi ada salah 1 kesakralan di dalam bentuk religi maupun dari
perspektif kultural "ujar
Saras Dewi pada Kamis, (04/3/2021)
"Sementara itu alkohol
boleh lah di konsumsi untuk upacara-upacara keagamaan dan budaya setempat yang memang
culture nya sudah seperti itu, janganlah kita dihebohkan apalagi sampai
mewacanakan secara UUD karena kita masih gagap untuk membuat aturan yang tidak
tepat dan tidak cerdas, untuk mencari titik singgung antara yang pro dan
kontra. Jangan sampai hal-hal semacam ini dimasukkan dalam problem-problem
politik karena kalau kita masukkan ini ke dalam politik pasti akan menjadi
konflik yang panjang dan tidak berkesudahan" tegas Tommy F. away
Selain itu dalam konteks kejeniusan
lokal, alkohol sebagai produk kreatifitas dari masyarakat pada wilayah-wilayah
tertentu. Wine yang sangat
terkenal dan mendunia itu adalah hasil produk lokal bahkan sampai sekarang
produksi nya semakin jauh berkembang dan di ekspor ke berbagai negara.
Harusnya produk dalam negeri seperti arak bali,
tuak, beureum yang punya potensi untuk di produksi dan bahkan bisa mendunia,
tapi pertanyaan nya adalah seintens mana Indonesia
mau melakukan itu. Selain harus
mempunyai packaging dan marketing yang canggih agar bisa menarik perhatian
negara-negara Barat
dan Eropa.
0 Comments