Marhaen, Jakarta – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
(Kemendikbud) bersama Jaringan Muda
Setara mengadakan webinar dengan tema “Yang
Muda, Yang Berjuang Untuk Setara” Via Zoom Meeting dan Live Streaming di Youtube.
Selasa (27/4/21).
Pelecehan sering terjadi
di perguruan tinggi yang berada di kota – kota besar. Kurangnya akses untuk melaporkan bila mengalami kasus pelecehan, membuat para korban khususnya perempuan mengalami trauma.
Dari hasil survei nasional Badan Pusat
Statistik tahun 2017 menyebutkan satu dari tiga perempuan
pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual selama hidupnya. Sepanjang 2018,
Komnas Perempuan mencatat ada 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan,
meningkat dari tahun lalu sebesar 14 persen. Survei daring pada 2016
oleh Lentera Sintas Indonesia dan Magdalene.co serta difasilitasi oleh
Change.org Indonesia menemukan 93 persen penyintas kekerasan seksual tidak
pernah melaporkan kasusnya ke aparat penegak hukum. (Dikutip dari Tirto.id)
Maraknya kasus Pelecehan Seksual di lingkungan kampus
mendorong Nadiem Makariem selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan berencana membuat aturan tentang Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi. Hal ini banyak mendapat antusiasme yang
tinggi dari para mahasiswa, aktivis perempuan, dan pegiat kesetaraan gender dengan ikut mendukung serta mengawal Permendikbud anti Kekerasan Seksual bersama
Jaringan Muda Setara.
“Kekerasan dan Pelecehan Seksual
di lingkungan Pendidikan harus dibasmi hilang di Institusi Pendidikan. Karena
gimana kita mau merdeka belajar kalau kita aja gak bisa merdeka dari Pelecehan
Seksual, sebagai salah satu dari berbagai intoleransi yang terjadi di
lingkungan pendidikan kita yang bagi kami harus dihilangkan. Anak – anak kita, mahasiswa kita, murid – murid kita dan guru – guru kita harus aman dari
Pelecehan Seksual dan bisa melaporkan bila terjadi atau mengalami tindakan pelecehan.” Jelasnya Nadiem.
Menilik dari banyaknya kasus
tersebut, pelecehan seksual memiliki dampak besar yang dialami oleh mahasiswi dalam
lingkungan kampus, seperti korban kerap mendapat intimidasi sehingga memilih untuk berhenti kuliah atau tidak berani melaporkan kasusnya,
dikeluarkan dari kampus karena dianggap mahasiswi yang mencoreng nama baik
kampus, proses hukum yang panjang berdampak pada pendidikannya, berdampak juga pada nilai-nilai dan prestasinya di kampus serta tidak berlanjutnya beasiswa yang dimiliki korban.
Selanjutnya, Nadiem menambahkan ”Sekarang ini kita sudah dapat banyak Pelaporan dan kita akan menyempurnakan
Permendikbud yang baru ini adalah untuk meningkatkan level transparansi dengan
apa yang terjadi. Filsafatnya adalah Kemendikbud serta Civitas Akademika harus
tau jika mendapat informasi atau
pelaporan, tapi menurut saya yang paling penting adalah partisipasi masyarakat
jadi dalam menyusun suatu rencana benar – benar untuk menrapkan konsep
moralitas, itu menurut kami dari track record program kami yang paling
penting adalah partisipasi dari masyarakat itu sendiri. “
Regulasi ini nantinya
melindungi dua pihak yakni tenaga pendidik dan peserta didik, serta sebagai
tindakan pemberian sanksi yang tegas terhadap pelaku pelecehan yang terjadi
khususnya di lingkungan kampus.
0 Comments