Marhaen, Jakarta - Mahasiswa
dan buruh menggelar aksi dalam momentum Hari Pendidikan Nasional. Terdapat
tuntutan yang diberikan atas dasar permasalahan pendidikan yang terjadi di
Indonesia. Titik aksi berada di depan Gedung Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud). Senin (03/04/2021)
Implementasi
kebijakan membuat banyak orang kesulitan dalam mengakses pendidikan. Sulitnya
membayar uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) atau Uang Kuliah Tunggal (UKT),
ditambah disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja memperparah kesulitan akses
pendidikan bukan atas dasar kebutuhan daripada masyarakat.
Leon
Alvinda selaku Ketua BEM UI 2021 saat memberikan orasi mengajak massa aksi
untuk merefleksi kejadian-kejadian yang terjadi di Indonesia belakangan ini, ia
menambahkan bahwa,
“Kita
ingat kembali, jasa-jasa pemerintah yang menindas buruh dengan mudah melalui
Omnibus Law. Maka, dengan refleksi tersebut, kita sudah mengetahui dimana
keberpihakan pemerintah saat ini, bukan di rakyat, bukan di mahasiswa, bukan di
pemuda, tetapi di segelintir orang yang memiliki modal.” Imbuhnya.
Meminta
keringanan dan menyampaikan kritik terhadap kampus ternyata bukan solusi yang
tepat untuk saat ini. Alih-alih mendapatkan respon baik dan sesuai harapan,
melainkan kampus merespon dengan tindakan Skorsing dan Drop Out. Banyak
mahasiswa yang merasakan kasus seperti itu, tetapi belum ada upaya serius dari
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memberikan perlindungan warga
negara yang merupakan hak konstitusional.
Melihat
situasi tersebut, dalam aksi ini terdapat beberapa tuntutan, diantaranya:
1.
Wujudkan pendidikan gratis, ilmiah, demokratis, serta bervisi kerakyatan.
2.
Gratiskan pendidikan selama pandemi.
3.
Hentikan pembungkaman ruang demokrasi; Cabut SK Skorsing dan Drop Out terhadap
Mahasiswa di Indonesia.
Selama
berlangsungnya aksi, terdapat berbagai orasi politik yang disampaikan oleh
perwakilan mahasiswa dan buruh. Kepolisian pun ikut mengawal aksi tersebut
dengan memakai seragam layaknya polisi biasanya hingga ada yang menggunakan
Alat Pelindung Diri (APD). Setelah beberapa jam, perwakilan mahasiswa dan buruh
diizinkan masuk kedalam gedung untuk beraudiensi dengan pihak Kemendikbud.
Alih-alih
demikian, pada pukul 16.52 WIB, Aksi Hardiknas turut diwarnai dengan tindakan
kekerasan dan penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Aparat Kepolisian
kepada massa aksi. Diawali dengan pembubaran paksa saat perwakilan massa aksi
sedang melakukan audiensi di dalam Gedung Kemendikbud. Tindakan tersebut
dilakukan dengan alasan massa aksi tidak mematuhi Protokol Kesehatan.
Penangkapan dilakukan kepada 5 orang mahasiswa dan 4 orang dari Konfederasi
Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI). Massa aksi pun
dihalang-halangi untuk mendapat pendampingan hukum.
Penulis : Devi Oktaviana
Editor : Ayu Gurning
0 Comments