Marhaen, Jakarta - Universitas Bung Karno menggelar webinar dengan mengusung tema “Tantangan Dan Solusi Membentuk Karakter Mahasiswa Melalui Sistem Merdeka Belajar.” Via Zoom Meeting dan Live Streaming YouTube. Selasa (25/05/21).
Kampus Merdeka merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa/i untuk mengasah kemampuan sesuai minat dan bakat dengan terjun langsung ke dunia kerja sebagai persiapan karier masa depan.
Dengan dilandasi Dasar Hukum yaitu Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Pasal 3, Agenda Nawacita No.8, Trisakti, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 20 Tahun 2018, dan Permendikbud No.3 Tahun 2020, menekankan tentang pendidikan karakter yang begitu penting karena penguatan karakter menjadi salah satu prioritas Presiden.
Dian Rusdiana sebagai LLDikti Wilayah III, memberikan harapan terkait hal ini,
“Kegiatan MBKM tidak wajib diikuti oleh mahasiswa, tetapi disarankan oleh Bapak Nadiem Makarim, karena meskipun hal ini tidak wajib, namun saya harapkan mahasiswa ikut serta dalam program ini, agar menjadi saksi sejarah atau bisa menjadi bagian dari sejarah ketika perguruan tingginya lompat lebih tinggi dan itu termasuk tujuan dari program MBKM ini.” Pungkasnya.
Target penguatan karakter peserta didik pada Renstra 2020-2024 yaitu, di tingkat wilayah pada tahun 2021 ini LLDikti (Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi) menargetkan 30,3 % Perguruan Tinggi telah mengimplementasikan kebijakan anti perundungan, kekerasan seksual, intoleransi, dan anti korupsi. Wujudnya antara lain: Inklusi pada kurikulum, komitmen perguruan tinggi, SOP (Standar Operasional Prosedur), buku saku, hingga unit-unit untuk mengentaskan keempat masalah tersebut.
Berjalannya kegiatan MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) yang terdiri dari delapan bentuk, yaitu magang, proyek di desa, mengajar di sekolah, pertukaran pelajar, penelitian, kegiatan wirausaha, studi/proyek independen, dan proyek kemanusiaan. Pembentukan karakter ini bisa diimplementasikan dengan memberikan pemahaman komprehensif tentang kebhinekaan, wawasan kebangsaan, dan cinta tanah air, yang meliputi empat jenis kegiatan kebhinekaan, inspirasi, refleksi, dan kontribusi sosial dalam setiap bentuk kegiatan MBKM.
Putra Nababan selaku Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Komisi X bidang Pendidikan, Kepemudaan, Olahraga, Perpustakaan, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif, memberikan perbedaan pendapat. Ia menuturkan bahwa, “Setiap mahasiswa wajib untuk mengikuti program kampus merdeka dalam tiga semester atau tidak bisa lulus, dikarenakan agar bisa berkembang bukan hanya di dalam kampus, tapi di luar kampus sekalipun.” Imbuhnya.
Kolaborasi serta minat dan bakat juga termasuk tiga hal yang sangat penting menurut Putra, ia menambahkan, “Kita ingin mahasiswa lulus dan bekerja sesuai minat dan bakat dia. Kemampuan kolaborasi mahasiswa untuk berkolaborasi sangat penting di dalam program kampus merdeka. Ketika kita menyatakan merdeka, kita tidak akan terkukung oleh suku, agama, kelompok, dan asal-usul dan ketika kita menyatakan salam kebangsaan artinya siap untuk berkolaborasi. Esensi dari kolaborasi itu sendiri adalah gotong royong.” Tuturnya.
Lain halnya dengan Ermalindus Albinus Sonbay sebagai Pegiat Rumah Belajar Bokesan NTT (Nusa Tenggara Timur), ia mengajak untuk merefleksi realitas status pendidikan Indonesia khususnya Pendidikan Tinggi, ia menjelaskan bahwa “Indonesia masih fokus dengan skor daripada value dan lebih mengapresiasi mahasiswa yang memiliki IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) 4.0 serta lulus dengan cepat atau tiga setengah tahun, ketimbang mahasiswa yang memiliki value sesungguhnya dari pendidikan itu.”Jelasnya.
Imbas dari skor dan value, terutama skor adalah hasil akhirnya tidak seperti untuk membangun perkembangan pengetahuan kritis dan disiplin ilmu. Dengan berlomba-lomba mengejar skor ternyata untuk memenuhi imajinasi dan fantasi dari para pemilik modal, serta bisnis pendidikan menjadi bisnis yang paling menggiurkan.
Menyoal kebijakan tersebut, Ia juga memberikan catatan kritis terhadap program kampus merdeka belajar, yaitu lembaga pendidikan Indonesia sangat tajam disparitas sosial ekonomi dan sosial politik, yang dimunculkannya hampir tidak ada jawaban kuat terhadap pengejawantahan nilai dan bagaimana anak didik bisa mengimplementasikan apa yang di cita-citakan sejak kecil.
Penulis: Devi Oktaviana
Editor : Ayu Gurning
0 Comments