(Foto : suasana saat berlangsungnya webinar/panitia)


Marhaen, Jakarta – Serikat Pemuda Nusa Tenggara Timur (SP NTT) menggelar webinar dengan mengusung tema “Meneropong Polemik di NTT” Via Zoom Meeting dan Live Streaming YouTube, pada Jumat (23/07/21).

Untuk memantik partisipasi anak muda dalam memerangi korupsi di NTT, Webinar tersebut mengupas tuntas polemik di NTT serta mencari solusi bersama untuk memerangi tindak korupsi yang masih berlangsung hingga sekarang.

Koordinator Pidsus Kejati Nusa Tenggara Timur Achmad Haryanto mengatakan, tren baru kasus korupsi di wilayah itu pada tahun 2021 adalah investasi perbankan, Ia juga menjelaskan pada tahap penyelidikan kejaksaan telah menangani sebanyak 21 kasus pada tahun 2020 periode Januari-Juli 2021. Sementara untuk penyidikan sebanyak 56 perkara. 

"Tren sekarang adalah mengenai investasi perbankan, kami sedang melakukan proses untuk perkara-perkara tersebut," ujarnya.

Kejati NTT telah melakukan penyitaan berupa tanah, uang maupun barang yang terdiri dari tanah seluas 30 hektar di Keranga, Manggarai Barat yang bila dirupiahkan kurang lebih Rp1,3 triliun.

Kemudian, uang tunai sebesar Rp2,1 miliar dan 180 USD serta beberapa aset-aset seperti tanah belum dihitung nilainya. Untuk tahap penuntutan terdapat 63 perkara.

Sementara itu, Wana Alamsyah, Koordinator Divisi Pengelolaan Pengetahuan Indonesia Coruption Watch (ICW) menjabarkan data yang mereka telah kumpulkan, dalam jangka waktu 2016-2020 ada sekitar 64 kasus korupsi yang terjadi, dan ada 145 orang tersangka dengan nilai kerugiannya 104,9 miliar.

Pengelolaan anggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah NTT setiap tahun juga semakin lemah dari segi pengawasan. Serta modus yang paling sering digunakan oleh pelaku korupsi adalah proyek fiktif dan seringkali terjadi dalam proses pengadaan barang dan jasa.

Modus lainnya yang sering digunakan adalah penyalahgunaan anggaran, penggelapan, penyalahgunaan wewenang, mark up, laporan fiktif, pungli dan suap.

Tak hanya itu, anggaran dana desa juga adalah sektor yang rentan dikorupsi dan pada tahun 2016-2020 sebanyak 37 kasus yang ditangani kejaksaan.

Di sisi lain, tambah dia, terkait transparansi dan akuntabilitas nyatanya belum terealisasi di dalam institusi penegak hukum.

Sementara narasumber lain, Fungsional Deputi Pembinaan Peran serta masyarakat KPK Benydictus Siumlala mengatakan, berdasarkan pantauan monitoring centre for prevention (MCP) NTT cukup buruk.

Menurutnya, skor nasional untuk MCP Korsum wilayah V hanya 32,98 persen pada tahun 2021. Sementara untuk skor nasional sebesar 64 persen. 

Selain itu, kata dia, soal legalisasi tanah. Dari tujuh belas ribu  delapan ratus tujuh puluh tujuh tanah yang seharusnya menjadi aset daerah, baru 50 persen yang bersertifikat. 

"Jadi sekitar 8.400 bidang tanah yang sudah bersertifikat, sementara 50 persen lainnya belum bersertifikat," ujarnya.

Ia menegaskan, kalau 50 persen tanah tersebut masih belum bersertifikat, maka sangat terbuka peluang dimanfaatkan oleh pihak lain. 

Terakhir, Beny menambahkan dari 22 Kabupaten/kota di NTT, hanya 3 pemerintah daerah yang sudah terkoneksi dengan BPN  di antaranya Sumba Barat Daya, Timor Tengah Selatan, dan Kabupaten Kupang.


Penulis : Lawra Angelina Nababan

Editor : Ayu Gurning