(Foto: Ilustrasi disrupsi informasi/ Marketing.co.id)

Marhaen, Jakarta – Tantangan media dalam mengemas informasi, bukan hanya tentang mengubah platform dari cetak menjadi digital, tetapi dapat memberikan inovasi baru dalam perkembangan saat ini. Oleh karena itu, Tempo Institute menggelar webinar bertajuk “Bisnis Media di Masa Depan”, via Zoom Meeting. Jumat (11/02/22). 

Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat mempengaruhi sistem kerja jurnalistik secara signifikan. Jurnalis sekarang terkesan mengejar traffic tanpa mementingkan kualitas berita. Digitalisasi yang terjadi, secara tidak langsung mengubah jurnalistik yang bekerja untuk kepentingan publik seringkali hilang arah untuk mengejar performa algoritma.

Andini Effendi selaku Moderator memberikan tanggapannya,

“Untuk beradaptasi dengan itu, media tidak hanya mengubah platform-nya dari cetak menjadi digital, diperlukan langkah kolaboratif untuk menjadikan berita tetap berkualitas namun tetap mendapatkan keuntungan,” imbuhnya.

Dalam hal tersebut, peran aktif pemerintah khususnya Kementerian Komunikasi Informasi dan Informatika (Kominfo) agar dapat memanfaatkan transformasi digital ini secara maksimal, dimana tidak hanya otoritas media saja yang dapat menentukan berita dan mengatur mindset masyarakat. 

“Transformasi digital adalah keniscayaan yang tidak bisa diabaikan, pemerintah dalam hal in sudah melakukan akselerasi melalui program-program nasional dari Kominfo yang dapat membangun infrastruktur digital yang sehat tanpa otoritas media” kata Bonafasius Wahyu selaku Direktur Pemberdayaan Informatika Kominfo. 

(Foto: Saat berlangsung webinar/ Thomas)

Pergeseran nilai jurnalisme yang lebih mementingkan traffic dan tidak mendengarkan pembaca harus mulai diubah. Dengan munculnya hal tersebut menjadi perhatian banyak orang, salah satunya Rahayu selaku Ketua Program Studi Magister Komunikasi UGM.

Ia memberikan tambahan terkait cara kerja jurnalisme yang mengalami pergeseran nilai,

“Cara kerja jurnalisme diharapkan untuk mulai mendengarkan komunitas, pembaca, dan masyarakat agar berita yang dihasilkan dapat memecahkan masalah,” ucapnya.

Beberapa media digital independen pun mulai bermunculan. Sebut saja, Project Multatuli. Sebuah media inisiatif jurnalisme yang hadir untuk melayani yang dipinggirkan demi mengawasi kekuasaan. Bukan hanya itu saja, jurnalis harus dapat turun dari ‘menara gading’ untuk mau bersahabat dan mulai berdiskusi dengan pembaca maupun komunitas.

“Mengubah cara kerja jurnalisme yang hanya berdiri di menara gading,  tidak mau mendengarkan pembaca, terkesan menggurui haruslah diubah. Mulai mengubah diri dan sistem dengan berbicara dengan pembaca dan komunitas” kata Evi Mariani selaku Direktur Eksekutif Project Multatuli. 


Penulis : Thomas Budi

Editor : Devi Oktaviana