Marhaen, Jakarta – Mahasiswa, persatuan buruh, petani, dan kelompok masyarakat sipil lainnya menggelar aksi menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) serta sejumlah kebijakan yang dinilai merugikan rakyat, berlangsung di Kawasan Patung Kuda, Jakarta. Selasa (13/09/2022).
Pada 3 September 2022 pemerintah resmi mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi dan nonsubsidi jenis pertalite, solar serta pertamax. Hal ini sudah terjadi sebanyak tujuh kali selama masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Kenaikan harga BBM bersubsidi ini merupakan upaya dilakukan pemerintah di tengah krisis energi global. Hal ini terjadi saat biaya minyak mentah dunia mengalami penurunan secara drastis dan diprediksi akan terus mengalami lonjakan hingga tahun 2023 mendatang. Hal ini, memberikan dampak bagi sektor perekonomian negara.
Langkah pemerintah menaikkan harga subsidi dengan alasan besaran kenaikan terlalu membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), nyatanya kurang sejalan dengan berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sedang dijalankan pemerintah. Keputusan yang diambil pemerintah saat ini seakan tidak memihak kepada rakyat, Bayu Satria Utomo selaku Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) mengatakan,
“Jadi, kita ingin BBM tidak ditetapkan, jadi BBM yang dilakukan penolakan ini tidak berdasarkan kesepakatan dan kedapatan fakta-fakta di lapangan. Oleh karena itu, hari ini bersolidaritas untuk menuntut kesepakatan tersebut dan apabila dikatakan bahwa subsidi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu membebankan tersebut, maka yang menjadi jawaban adalah proyek-proyek strategis nasional, IKN yang minim urgensinya di tatanan masyarakat, “tuturnya.
Kemudian, pemerintah berdalih telah melaksanakan berbagai program untuk meredam dampak dari kenaikan harga BBM dengan melakukan penyaluran pembagian kepada masyarakat, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan Subsidi Upah (BSU) dan Bantuan Angkutan Umum (BAU). Namun, nyatanya tidak serta merta efektif menjadi solusi meredam efek domino melalui eskalasi tersebut, sebab belum ada kepastian konkret mengenai penerima dari masyarakat yang akan tepat sasaran.
Melalui mekanisme subsidi BBM seharusnya segera dievaluasi, karena sudah jelas peruntukannya tanpa sesuai target pada dasarnya. Dalam hal ini jangan sampai alokasi yang sudah tidak tepat justru diatasi lagi yang membuat rakyat melarat.
Terkait penolakan tersebut di berbagai daerah juga dirasakan oleh massa aksi yang serentak digelar untuk menyampaikan aspirasi terhadap pemerintah dalam bentuk demokrasi secara adil dan sejahtera.
Tidak hanya itu, pada aksi kali ini terdapat beberapa tuntutan yang didesak oleh massa aksi kepada pemerintah, tak hanya kenaikan harga BBM saja, diantaranya stabilkan harga kebutuhan pokok, cabut UU Cipta Kerja, batalkan RKUHP serta Tolak RUU Sisdiknas.
“Pertama, kami sudah melakukan pemberitahuan secara formal baik kepada Mabes maupun Polda bahwa hari ini seluruh rakyat yang turun ke jalan untuk mendesak kenaikan harga BBM dibatalkan. Kedua, turunkan harga-harga. Ketiga, cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja. Keempat, batalkan Revisi Kitab Hukum Undang-undang Pidana (RKUHP) dan terakhir RUU Sisdiknas yang melahirkan perbudakan dan modern untuk kaum muda bangsa indonesia,” ucap Nining Elitos selaku ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI).
Dari beberapa aksi tuntutan yang telah dilakukan sampai saat ini tidak ada perwakilan pemerintah untuk merespon tuntutan aksi. Oleh karena itu, massa terus menggelar konsolidasi untuk mencabut kebijakan tersebut.
“Perwakilan dari pemerintah, bagaimana mendengarkan apa yang menjadi aspirasi rakyat melawan hari ini, kami menyampaikan apa yang menjadi aspirasi, apa yang menjadi penderitaan, apa yang menjadi kesengsaraan, apa yang dialami oleh rakyat adalah kemiskinan secara struktural. Mandat dari konstruksi negara rakyat harus disejahterakan, rakyat diberikan keadilan, diberikan kesetaraan dan kemakmuran. Kami pastikan tidak akan berhenti malam ini, tapi kami terus akan terus melakukan konsolidasi, perlawanan diberbagai macam kota dan daerah,” pungkasnya.
Bayu selaku Ketua BEM UI juga menambahkan bahwa aksi ini akan terus digelar, jika tidak ada respon dari Presiden Joko Widodo. Sehingga, massa aksi yang datang meminta untuk dapat bertemu secara langsung dan merespon tuntutan yang dilayangkan.
Penulis : Suandira Azra Badrianan
Editor : Thomas Budi
0 Comments