Marhaen, jakarta- Perluasan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu,di kota Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) direncanakan akan dikembangkan sampai wilayah Poco Leok sesuai dengan Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh Bupati Manggarai yaitu Heribertus G.L Nabit pada tahun 2022.
SK Nomor/417/2022 itu memaparkan tentang 13 kampung di tiga desa menjadi sasaran untuk dijadikan lahan perluasan. Diantaranya, Desa Lungar, Desa Mocok, dan Desa Golo Muntas dengan 60 titik pengeboran yang menyebar di kampung kampung warga. Upaya itu dilakukan dengan alasan menaikan kapasitas PLTP Ulumbu dari 7,5 MW (Moment Magnitude) menjadi 40 MW.
Akibat SK yang ia keluarkan menyebabkan penolakan terhadap heribitus ketika akan melakukan sosialisasi di Poco Leok pada (27/02/2023). Apa yang masyarakat lakukan merupakan buntut dari bagaimana keputusan itu dianggap sepihak tanpa adanya konfirmasi dan keterlibatan masyarakat setempat.
Alasan Mengapa Penolakan Ini dilakukan
Alasan penolakan bukan hanya sekedar keputusan sepihak yang dilakukan oleh sang Bupati, melainkan juga telah dipertimbangkan bahwa secara topografis wilayah Poco Leok tidak memungkinkan dilakukan pengeboran dan aktivitas industri ekstraktif lainnya.
"Tentunya menimbulkan bencana dan lain sebagainya, bencananya Itu bisa berdampak pada ekonomi pencemaran lingkungan dan lain sebagainya nah itulah. Kemudian hal mendasar bagi orang Poco Leok kenapa, kemudian pembangunan geothermal ini harus ditolak," Ucap Kristian Jaret, yang merupakan bagian dari Serikat Pemuda NTT-Jakarta. Rabu (09/08/2023).
Pertimbangan untuk melakukan penolakan yang masyarakat setempat lakukan juga didorong oleh pemahaman dan pengetahuan yang didapat dari melihat daerah lain yang pada akhirnya mengalami suatu dampak buruk akibat keadaan geothermal ini.
"Sebut saja misalkan di Mataloko, yang paling dekat di Mataloko itu sudah dilakukan eksplorasi sejak lama sejak tahun 90-an. Sampai sekarang semburan lumpur panasnya itu masih ada dan bahkan masih bertambah. Seiring berjalannya waktu dan itu kemudian menjadi pelajaran penting bagi masyarakat Poco Leok kenapa mereka menolak pembangunan geothermal itu," tambahnya lagi.
Hal lain yang membuat penolakan masyarakat semakin menguat adalah mata pencaharian penduduk setempat seperti bertani, berkebun serta beternak. Jika nantinya tanah milik mereka harus diserahkan maka kemungkinan terbesar akan terjadinya kehilangan sumber penghasilan sekaligus juga kehilangan hasil pangan.
Campur Tangan Pemerintahan dalam Perluasan
Sayangnya walaupun persoalan geothermal ini merupakan ancaman. Ketika ditelusuri lebih lanjut, perusahaan yaitu PT PLN yang mendapatkan pendanaan dari Bank Jerman Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) untuk melakukan perluasan. Nyatanya, didukung oleh pihak pemerintah yang terus mengatakan kepada masyarakat setempat bahwa ini merupakan Proyek Strategis Nasional. Kendati alasan apapun itu, penolakan akan terus dilakukan.
"Bagi kami sebagai Warga Poco Leok, kami tidak peduli itu Proyek Strategis Nasional kah atau apapun itu selama itu mengancam ruang hidup kami situasi sosial kami maka tidak ada tawar menawar lagi hanya ada satu kata tolak. Tolak segala pembangunan yang merusak ruang hidup kami," Ujarnya.
Persoalan perluasan ini juga buntut dari keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2017,yaitu Ignasius Jonan menetapkan Flores sebagai Pulau Panas Bumi. Pada akhirnya keputusan ini dinilai hanya mengeksploitasi sumber daya tanpa memikirkan bagaimana dampak bagi ruang hidup yang terancam hanya karena suatu kepentingan korporasi.
Bahkan hal ini diperkuat dengan beberapa jurnal yaitu, sebut saja dari rechtsvinding.ac.id dan unpad.ac.id. Hasil eksplorasi panas bumi ini berujung pada kerusakan lingkungan akibat limbah b3 (bahan berbahaya beracun) yang dihasilkan dapat mengancam ekosistem.
Tindakan Represif Aparat
Tidak sampai disitu, pengabaian hak warga oleh pemerintah dan perlakuan aparat keamanan yang juga merupakan bagian dari institusi pemerintahan dimana tertera jelas memiliki fungsi memelihara keamanan, tetapi malah melakukan tindakan represi terhadap warga setempat sekitar tanggal 19-21 Juni 2023. Berujung pada dua korban yang harus dilarikan ke rumah sakit sementara dua lainnya menjalani perawatan mandiri serta berdampak pada psikologis masyarakat yang menyaksikan tanahnya akan dipersekusi
"Tentunya tindakan represif dari aparat keamanan menimbulkan trauma bagi korban dan juga masyarakat" katanya menyangkan hal tersebut.
Sebagai salah satu warga Poco Leok juga ia memiliki harapan kedepannya mengenai penolakan pembangunan geothermal. Melihat apa yang akan mereka alami jika ini terus berlanjut tanpa mementingkan kesejahteraan masyarakat setempat.
"Terakhir harapan dari warga Poco Leok itu tentunya dengarkan suara mereka kemudian mengambil keputusan berdasarkan apa yang mereka tuntut karena ini berkaitan dengan hajat hidup, ruang hidup mereka, situasi mereka kedepannya ,dan pemerintah semestinya tidak boleh mengabaikan suara tuntutan dari warga Poco Leok." Tutupnya
Penulis : Nai'lah Panrita Hartono
Editor : Muhammad Zacki P. Nasution
0 Comments