Marhaen, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengadakan diskusi yang menyoroti praktik hukuman mati di Indonesia dengan tajuk "Meneropong Hukuman Mati Sebagai Penyiksaan yang Tidak Dapat Dipulihkan". Rabu (04/07/2023).
Pidana mati atau biasa dikenal Hukuman mati merupakan sebuah kebijakan hukum di mana negara melegalkan dan menjatuhkan hukuman mati terhadap pelaku kejahatan serius. Hukum tersebut masih berlaku dalam tata hukum positif di Indonesia. Akan tetapi, saat ini telah banyak negara yang melakukan penghentian atau pengabolisian terhadap hukuman mati.
"Dari tren yang sudah mendunia, di mana ada tren yang telah mengarah kepada abolisionis atau sudah mengarah kepada penghentian terhadap hukuman mati. Tapi sayangnya, di Indonesia praktik ini masih timbul." Ujar Dimas Bagus Arya selalu Koordinator KontraS.
Terpidana yang mengalami hukuman mati sendiri membutuhkan waktu yang sangat lama dalam proses pengajuan serta perolehan grasi atau pengampunan berupa keringanan yang diberikan oleh Presiden. Dalam proses tersebut terpidana dibayang-bayangi bagaimana jika upaya tersebut gagal dilakukan.
Proses yang dialami oleh terpidana mati pun penuh dengan tekanan dan penyiksaan, baik secara langsung penyiksaan tidak langsung. Dalam penyiksaan secara langsung terdapat proses Unfair Trial yang menjadi pintu masuk dalam proses-proses terpidana mati. Hal ini pernah terjadi kepada Yusman seorang mantan terpidana mati, dimana ia dipaksa mengakui perbuatannya.
"Diawal proses hukum dilevel penyelidikan, penyidikan dan pengadilan tingkat pertama sampai tingkat banding bahkan sampai tingkat kasasi, ada upaya-upaya pemaksaan atau intimidasi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum terhadap Yusman untuk mengakui perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan." Tambah Dimas.
Yusman dianggap melakukan pembunuhan berencana, di mana telah dilakukan manipulasi pada proses pemeriksaan di kepolisian hingga proses penuntutan di kejaksaan. Mulai dari upaya untuk menekan tersangka atau upaya mengintimidasi dengan verbal abuse, yang mana intimidasi tersebut akhirnya membuat seseorang mengakui tindakan yang bahkan mereka tidak lakukan.
"Kita bisa melihat ada rantai ketidakadilan dalam proses hukum atau Unfair trial yang itu juga dibarengi tindakan-tindakan penyiksaan yang membuat posisi dari orang-orang yang seharusnya tidak melakukan pertanggungjawaban pidana, mengalami tekanan-tekanan menjadi mengaku terhadap perbuatan yang tidak ia lakukan." Pungkasnya
Saat ini hukuman mati sedang mengalami masa transisi, dimana pada KUHP terbaru tidak lagi menjadi pidana pokok, melainkan masuk ke dalam pidana khusus. Dan hal tersebut merupakan alternatif terakhir yang dirangkai dengan hukuman 20 tahun atau seumur hidup.
"Konteks norma sekarang sebetulnya cukup akomodatif dan bahkan ada paradigma yang sudah berubah. Kalau kita kaji KUHP yang baru yang berlaku tiga tahun lagi, sebenarnya hampir tidak mungkin di eksekusi. Grasi harus ditolak dulu setelah ditolak dan tidak dieksekusi setelah 10 tahun, demi hukum bisa dirubah menjadi seumur hidup." Ujar Suharto hakim agung pada Mahkamah Agung
Todung Mulya Lubis, seorang advokat HAM, juga berharap bahwa suatu hari nanti Indonesia melakukan penghapusan terhadap hukuman mati. Ia yakin Indonesia bisa melakukannya karena Indonesia telah mencatat kemajuan dimana tidak ada lagi eksekusi pidana mati sejak tahun 2016.
Penulis: Muhammad Zacki Panisean Nasution
Editor: Na'ilah Panrita Hartono
0 Comments