Sutradara : Riri Riza
Produser : Mira Lesmana
Penulis : Riri Riza
Genre : Dokumenter,drama
Distributor : MIles Films
Durasi : 90 Menit
Tahun rilis : 2013
Sokola Rimba merupakan sebuah film yang diangkat dari buku dengan judul sama yang ditulis oleh Saur Marlina Manurung atau lebih dikenal dengan Butet Manurung. Film ini sendiri menceritakan Butet Manurung yang merupakan seorang guru dari masyarakat Suku Anak dalam atau lebih sering dikenal Orang Rimba yang tinggal di sekitar hulu sungai Makekal, di hutan Bukit Duabelas. Butet sendiri bekerja pada sebuah lembaga konservasi, yaitu Wanaraya.
Butet rela menembus hutan untuk mengajari anak-anak rimba belajar membaca dan menulis. Namun naas, saat ingin mengajar Butet terkena gigitan dari nyamuk malaria yang menyebabkan ia demam dan pingsan di tengah hutan. Butet diselamatkan oleh anak Rimba bernama Nyungsang Bungo yang tinggal di Hilir Sungai Makekal dan segera membawanya ke hulu tempat biasa Butet mengajar.
Bungo ternyata telah memperhatikan Butet mengajarkan anak-anak Rimba membaca dan menulis. Hal tersebut Bungo lakukan bukan tanpa alasan karena agar ia dapat membaca isi dari sebuah surat. Surat tersebut ternyata merupakan sebuah surat perjanjian yang telah dicap jari oleh tetua adat, di mana berisi persetujuan orang desa untuk mengeksploitasi tanah adat mereka.
Butet sadar betapa pendidikan bagi para masyarakat suku adat yang tidak mengerti membaca dan menulis. Butet sendiri telah meminta izin kepada atasannya untuk memperluas wilayah ia mengajar, sayangnya hal tersebut langsung ditolak karena mereka harus menghemat anggaran dan fokus pada daerah yang telah ditetapkan. Tak menyerah, akhirnya Butet pergi tanpa izin hanya bermodalkan uang pribadinya. Butet pergi ditemani oleh dua anak Rimba yang telah ia ajarkan, yaitu Nengkabau dan Beindah.
Sesampainya di hilir, Butet menjelaskan kedatangannya dan meminta izin kepada tumenggung atau tetua suku yang ada di sana. Pada akhirnya Butet diizinkan mengajar anak di hilir Sungai Makekal, meski beberapa masyarakat merasa lama kelamaan kehadiran Butet membuat anak-anak lebih asyik belajar daripada membantu orang tuanya. Tak hanya itu, menurut kepercayaan yang mereka anut buku dan pensil dapat mendatangkan penyakit.
Suatu hari masyarakat hilir didatangi oleh pembalak liar yang ternyata merupakan karyawan dari sebuah perusahaan kelapa sawit yang ingin menguasai tanah masyarakat adat. Mereka hanya diberikan sembako dan beberapa biskuit sebagai ganti dari surat perjanjian tersebut. Padahal sudah 3 kali mereka berpindah tempat akibat terusir oleh pihak perkebunan.
Semakin memanasnya kehadiran Butet memicu pro-kontra dikalangan masyarakat adat di sana. Pada akhirnya tetua meminta Butet dengan hormat untuk pergi meninggalkan desa. Butet yang mendengar hal tersebut pun memahami apa yang terjadi dan menuruti permintaan tetua adat. Bungo yang mengetahui hal tersebut pun marah dan heran mengapa Butet pergi. Padahal ia ingin bisa membaca agar para pelaku kejahatan di tanah adat mereka tidak semena-mena merampas yang bukan miliknya.
Beberapa bulan kemudian, Butet kembali mengunjungi pemukiman masyarakat rimba. Sesampainya di sana, Nyungsang Bungo membaca dan memberikan penolakan mengenai isi surat perjanjian karena dirasa tidak sesuai dengan adat istiadat mereka, terutama hal yang mengganggu hutan tempat mereka tinggal. Semenjak saat itu warga Suku Anak Dalam atau Orang Rimba menyadari pentingnya pendidikan bagi mereka. Akhirnya mereka bekerja sama mendirikan sekolah yang dikenal dengan Sokola RImba.
Kelebihan dari film ini sendiri adalah menyadarkan kepada kita betapa pentingnya pemerataan pendidikan di negeri ini, terutama pada masyarakat suku adat agar mereka tidak dimanfaatkan dan ditipu hingga dirampas haknya. Akan tetapi, banyaknya karakter pemeran pembantu dalam film ini masih terbilang kaku dalam berakting. Meskipun begitu film ini menghadirkan drama dan pesan moral yang dapat kita petik setelah menontonnya.
Penulis : M. Zacki P. Nasution
Editor : Bintang Prakasa
0 Comments