(Foto: sedang berlangsungnya aksi/ Na'ilah)

Marhaen, Jakarta- Berbagai elemen masyarakat ikut tergabung dalam Aksi Kamisan ke-837 dengan tajuk “Pernyataan Menko Yusril Ihza Mahendra Nir Empati Terhadap Korban Pelanggaran Berat HAM” di depan Istana Negara, Jakarta Pusat. Kamis (24/10/2024). 

Aksi ini merupakan salah satu upaya merawat ingatan serta perlawanan untuk menuntut terselesaikannya kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Indonesia yang sampai sekarang belum juga menemukan titik terang hingga naiknya pemerintahan baru. 

Salah satu peserta aksi yang juga merupakan ibu dari korban tragedi pelanggaran HAM berat pada tahun 1998, yaitu Maria Catarina Sumarsih mengatakan bahwa seharusnya pemerintah bertanggung jawab akan penuntasan kasus-kasus tersebut sebab mekanisme telah tercantum dalam undang-undang.

“Masalah HAM diatur di dalam Undang-Undang Dasar 45 yang ayat 5 kan. Nah, ayat 4 nya bunyinya perlindungan, pemakzulan, penegakan dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah. Jadi siapapun yang menjadi presiden mempunyai tanggung jawab, untuk mempertanggung jawabkan kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang sudah diakui presiden sebelumnya yaitu ada 12 kasus dan harus dibawa ke meja pengadilan,” ujarnya saat diwawancarai. Kamis (24/10/2024). 

Namun, kenyataannya sehari setelah dilantiknya pemerintahan baru, salah satu menteri bernama Yusril Ihza Mahendra yang membidangi hukum dan HAM malah mengatakan bahwa tidak adanya pelanggaran HAM berat yang terjadi pada kasus 98.

“Yusril Ihza Mahendra bukanlah seorang sosok negarawan tapi sosok manusia yang mengejar jabatan karena dia sebagai ahli hukum, sebagai pejabat tinggi negara bahkan sekarang diangkat sebagai seorang menteri, tapi tidak paham perkembangan khususnya pelanggaran HAM,” ucapnya kecewa.

Selain itu, sekelumit masalah lain yang ada dalam pemerintahan baru ini adalah bagaimana rekam jejak presiden yang baru menjabat termasuk salah satu orang yang diduga terlibat dalam pelanggaran HAM berat, tetapi perempuan yang kerap disapa Sumarsih itu mengatakan akan terus melakukan sesuatu dalam bentuk apapun.

“Saya optimis di dalam tindakan, pesimis di dalam harapan. Namun sekecil apapun, saya selalu merawat harapan. Saya selalu mimpi mudah-mudahan mimpi itu bisa terlaksana. Nanti juga tidak usah disuruh saya berhenti berada di sini tapi tolong selesaikan dulu kasusnya setelah itu saya secara sukarela saya akan mengakhiri kegiatan saya di sini,” tutupnya pada aksi hari itu.





Penulis : Na'ilah Panrita Hartono

Editor : M. Zacki P. Nasution