Marhaen, Jakarta - Fenomena Lipstick Effect Merupakan sebuah istilah ekonomi di mana kecenderungan seseorang untuk menghabiskan uangnya untuk berbelanja barang-barang kecil, tapi mewah seperti lipstik premium. Hal ini dilakukan hanya untuk mendapatkan kepuasan emosional pelakunya.
Keadaan ekonomi global yang berubah-ubah, mulai dari inflasi, resesi, hingga deflasi menjadikan fenomena ini terus langgeng. Fenomena Lipstick Effect merupakan sebuah bentuk resistensi dari manusia untuk mensugesti dirinya baik-baik saja meski tidak bisa membeli barang yang mahal seperti kendaraan, atau aset properti, ia masih bisa berhedon ria.
Meskipun dinamakan Lipstick Effect, fenomena ini tidak terbatas hanya pada produk kosmetik atau kecantikan. Nama “Lipstick” digunakan sebagai simbol atau representasi dari barang-barang kecil yang mewah dan memiliki harga yang mampu dijangkau konsumen yang mengalami Lipstick Effect.
Dalam situasi sulit, pembelian barang-barang kecil seperti lipstik, kopi, boneka Labubu, Tiket konser atau aksesoris menjadi simbol resistensi terhadap kenyataan pahit yang mereka alami, dengan begitu memberikan rasa kontrol dan kepuasan meskipun hanya bersifat sementara. Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya Lipstick Effect:
1. Kondisi Ekonomi yang Tidak Stabil
Ketika inflasi atau resesi melanda, daya beli masyarakat menurun. Namun, individu tetap memiliki kebutuhan untuk merasa bahagia dan puas, sehingga mereka mencari alternatif barang kecil dan terjangkau untuk menggantikan pembelian barang mahal.
2. Kebutuhan Psikologis
Membeli barang kecil seperti lipstik atau produk lainnya sering dianggap sebagai bentuk self-reward. Hal ini memberikan kepuasan emosional dan membantu mengurangi stres akibat tekanan ekonomi.
3. Pengaruh Konsumerisme
Budaya konsumtif mendorong individu untuk terus membeli barang demi memenuhi gaya hidup, meski harus beradaptasi dengan keterbatasan anggaran. Barang kecil dianggap sebagai bentuk kompromi untuk tetap terlihat “mampu”.
4. Kebutuhan Menjaga Identitas atau Penampilan
Bagi banyak orang, menjaga penampilan adalah bagian penting dari identitas diri. Barang-barang kecil seperti kosmetik atau aksesori membantu mereka tetap merasa percaya diri tanpa harus mengeluarkan banyak uang.
5. Media dan Iklan
Pemasaran yang menargetkan barang kecil sering menekankan nilai emosional dan daya tarik, membuat produk tersebut tampak sebagai solusi yang ideal untuk “bahagia dengan harga terjangkau.”
6. Efek Sosial
Dalam lingkungan sosial, ada tekanan untuk tetap terlihat baik meskipun dalam keadaan ekonomi yang sulit. Fenomena ini dapat menjadi ilusi mendorong seseorang membeli barang-barang kecil sebagai cara mempertahankan citra di mata orang lain.
7. Perasaan Takut Ketinggalan
Fears Of Missing out (FOMO) atau takut ketinggalan memperkuat Lipstick Effect. Keadaan dimana kita takut ditinggalkan lingkungan sekitar hanya karena tidak mengikuti standar yang ada.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia, mencerminkan respons psikologis manusia dalam menghadapi gejolak ekonomi global yang fluktuatif. Dengan memilih untuk membeli barang-barang kecil dan terjangkau, individu berusaha mempertahankan rasa kendali atas hidup mereka sekaligus memuaskan ego di tengah tekanan finansial. Lipstick Effect, pada akhirnya, menjadi simbol adaptasi manusia dalam mencari kebahagiaan sederhana di tengah ketidakpastian ekonomi.
Penulis : Dinda Aulia
Editor : M. Zacki P. Nasution
0 Comments