Marhaen, Jakarta - Sarana dan prasarana menjadi penunjang yang sangat penting dalam proses belajar mengajar di lingkungan kampus, karena dengan hal tersebut sivitas akademika terutama mahasiswa akan lebih nyaman dan optimal dalam belajar.
Jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sarana merupakan segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan, sedangkan prasarana berarti segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses.
Dalam proses belajar mengajar, khususnya di Universitas Bung Karno (UBK) sudah selayaknya menyediakan sarana dan prasarana yang memadai dan optimal untuk menunjang kegiatan akademik maupun non-akademik. Mulai dari, ruang kelas, perpustakaan, kantin, proyektor, alat tulis, penyejuk udara, dan lainnya.
Seperti yang termuat dalam Pasal 41 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyatakan bahwa Perguruan Tinggi menyediakan sarana dan prasarana untuk memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, potensi, dan kecerdasan mahasiswa. Oleh karena itu, penulis menanyakan terkait sarana dan prasarana yang tersedia di UBK kepada mahasiswa dengan berbagai fakultas.
“Pendingin udara sejenis AC sejauh ini tidak jarang di beberapa kelas, khususnya di kelas yang saat ini saya dan kawan-kawan saya gunakan, itu pendingin udaranya mengalami gangguan sehingga tidak berfungsi secara maksimal bahkan pernah juga mati total. Kondisi ini lumayan mengganggu kenyamanan proses belajar mengajar, baik itu mahasiswa maupun dosen,” tegas Fatiha, mahasiswi Fakultas Hukum UBK. Jumat (08/11/2024).
Terdapat dalam paragraf sebelumnya, bahwa penyejuk udara juga termasuk fasilitas yang harus disediakan dengan optimal dalam Perguruan Tinggi agar terciptanya kenyamanan saat proses belajar mengajar itu berlangsung, tetapi lagi-lagi hal tersebut tidak terpenuhi. Penulis mendapatkan data dari fakultas lain yang mengeluhkan terkait sarana dan prasarana, yakni Paulina merupakan mahasiswi Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UBK.
“Yang jadi keresahan itu adalah kamar mandinya jadi satu antara cowo sama cewe gitu, harusnya kan dipisah antara cowo sama cewe gitu. Bahkan, anak yang bukan FISIP suka ke kamar mandi situ, jadi kayak apa ya, jatuhnya jadi kayak kamar mandi umum bukan kamar mandi fakultas. Terus kalo untuk fasilitasnya ya sejauh ini gak ada sabun untuk cuci tangan atau pewangi kamar mandinya juga gak ada,” ujarnya saat diwawancarai pada Rabu (20/11/2024).
Sangat disayangkan, bukan hanya rasa kenyamanan saja yang belum terpenuhi dalam sarana dan prasarana di UBK, rasa keamanan juga menjadi salah satu keresahan yang dialami oleh mahasiswa-mahasiswinya. Kemudian, Paulina juga menambahkan bahwa terbatasnya kelas pada FISIP membuat dirinya dan teman-temannya harus berpindah-pindah dari Kampus Kimia dan Kampus Pegangsaan.
Jika kita melihat dalam Pasal 73 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi tertera bahwa Perguruan Tinggi menjaga keseimbangan antara jumlah maksimum mahasiswa dalam setiap Program Studi dan kapasitas sarana dan prasarana, dosen dan tenaga kependidikan, serta layanan dan sumber daya pendidikan lainnya. Dengan terbatasnya ruang kelas tersebut, berarti tidak terjaganya keseimbangan dalam Perguruan Tinggi khususnya UBK.
Banyaknya keluhan yang diterima dari mahasiswa berbagai fakultas sehingga penulis juga berusaha menanyakan hal tersebut kepada pihak terkait, yakni Biro Administrasi Umum dan Keuangan. Sejak 21 November 2024 sudah menghubungi Kepala Sub Bagian Pemeliharaan Kampus Kimia UBK enggan memberikan pernyataan. Kemudian, pada 11 Desember 2024 mengirimkan surat terkait wawancara kepada Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan, lagi-lagi enggan merespon terkait hal tersebut hingga tulisan ini terbit.
Penulis : Bintang Prakasa
Editor : M. Zacki P. Nasution
0 Comments