Marhaen, Jakarta - Siti Rukiah Kertapati seorang Sastrawati Indonesia kelahiran Purwakarta, beliau dikenal juga dengan S. Rukiah. Selain sebagai seorang Sastrawati, ia juga menjalani pendidikan Sekolah Rendah Gadis di Purwakarta. Lalu ia melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Guru Cursus voor Volksschool Onderwijzers (CVO) selama dua tahun.
Setelah menyelesaikan pendidikannya dari CVO, perempuan berkelahiran 25 April 1927 itu memutuskan untuk menjadi Guru. Sejak tahun 1946, Rukiah sudah mulai menulis di berbagai majalah antara lain, dalam Gelombang Zaman dan Mimbar Indonesia. Berkat dorongan pelukis Hendra Gunawan. Pada 1948, ia menjadi pembantu tetap di majalah Pujangga Baru yang semakin memperkuat langkahnya dalam dunia sastra.
Rukiah terus menulis, meskipun karyanya ditolak di berbagai majalah, tetapi ia tidak pernah putus asa. Ia sangat senang apabila ada orang yang mau memberinya saran dan kritik untuk karyanya. Rukiah juga pernah mendapatkan fitnah terkait karya yang ditulisnya ialah sebuah hasil plagiat. Namun, ia dapat memperkuat langkahnya dalam dunia sastra, seperti disarankan oleh H.B Jassin dalam surat yang diberikan. Dalam karyanya, Rukiah menggambarkan perjuangan perempuan melalui peperangan batin yang dialami tokoh-tokoh perempuan di tengah situasi revolusi saat itu.
Rukiah bertemu Sidik Kertapati untuk pertama kalinya pada tahun 1947, saat keterlibatan Rukiah dengan Laskar Rakyat Djakarta Raya. Mereka kemudian menikah di tahun 1952 sehingga nama belakang yang disematkan adalah Kertapati atau Siti Rukiah Kertapati, dan Sidik Kertapati merupakan anggota parlemen (PKI). Lalu, tahun 1950 mereka mulai menetap di Jakarta saat itu Rukiah baru saja menyelesaikan novelnya “Kejatuhan dan Hati” dan telah menjadi sekretaris di majalah budaya Pujangga Baru.
Kegemaran menulis S. Rukiah juga membawanya kepada dunia pendidikan anak dan dirinya menjadi editor majalah anak Cendrawasih. Setelah tahun 1952-1963 dan memiliki 6 orang anak, ia sudah menghasilkan berbagai buku cerita anak, melalui karyanya ia ingin memberikan literasi dan pandangan positif bagi generasi muda. Karya-karya sastra Rukiah memang sudah tidak diragukan lagi, ketika ia mulai menurunkan banyaknya karya di era Soekarno, membawa dirinya menjadi sastrawan perempuan yang berpengaruh.
Rukiah juga seorang aktivis politik yang aktif di dalam pergerakan politik, menjadi anggota Pimpinan Pusat Lekra dari tahun 1959 sampai 1965. Pada masa revolusi dia ikut terlibat di Palang Merah Indonesia (PMI) serta berbagai aktivitas perjuangan perempuan dalam merebut kemerdekaan.
Akibat peristiwa politik di Indonesia, yaitu G30S/PKI membuat karir Rukiah sebagai sastrawan terancam. Keterlibatan dalam LEKRA membuatnya menjadi salah satu target penindasan setelah peristiwa tersebut, Rukiah ditangkap dan dijadikan tahanan selama dua tahun (1967-1969).
Setelah dibebaskan pada tahun 1969 dengan persyaratan ia tidak lagi menulis karyanya tersebut, Pemerintah mengancam akan melarang penerbitan karyanya jika ia melanggar karena memikirkan keluarganya termasuk anak-anaknya maka ia menyetujui persyaratan tersebut dan meninggalkan dunia sastra yang dicintainya. Rukiah tidak pernah kembali ke dunia sastra hingga wafatnya di usia 69 tahun pada 6 Juni 1996.
Penulis : Nesya Ajeng Murtiatin
Editor : M. Zacki P. Nasution
0 Comments