Organisasi Kemasyarakatan atau yang biasa disingkat dengan Ormas awalnya merupakan suatu wadah aspirasi bagi masyarakat yang bisa bergerak di berbagai bidang seperti sosial, ekonomi, budaya bahkan keagamaan. Ormas juga dapat berperan sebagai jembatan antara masyarakat dan juga pemerintah
Kehadiran Ormas juga merupakan bagian dari hak berserikat dan berkumpul dan Ormas juga telah dijamin oleh konstitusi seperti yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Kemudian diubah menjadi Undang-undang Nomor 16 tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang.
Jumlah keberadaan Ormas sendiri saat ini seakan tumbuh menjamur. Dilansir dari kumparan.com, jumlah ormas di Indonesia mencapai 554.692. Rinciannya, 1.530 bersurat Keterangan Terdaftar (SKT) dan 553.162 berbadan hukum. Jumlah tersebut juga bisa bertambah dikarenakan masih banyak Ormas yang belum terdaftar di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kemudian, jumlah provinsi dengan Ormas terbanyak ialah Jawa Timur yang mencapai 118.155. Sedangkan urutan kedua ada Jawa Barat dengan total 116.647. DKI Jakarta sendiri jumlahnya juga cukup banyak, yakni mencapai 32.620. Pesatnya keberadaan Ormas sendiri dikarenakan negara tidak memberikan batasan kepada masyarakat yang ingin mendirikan ormas.
Sayangnya meski banyaknya jumlah Ormas di seluruh daerah, tetapi akhir-akhir ini peran Ormas mulai beralih dari yang awalnya sebagai wadah aspirasi bagi masyarakat menjadi suatu kelompok yang memiliki kepentingan tertentu bahkan meresahkan warga sekitar. Salah satu hal yang paling sering ditemui adalah Ormas seakan menjadi “penguasa daerah” yang kemudian menciptakan aturan-aturan sendiri di luar dari hukum negara seperti memiliki kontrol atas wilayah tertentu.
Kejadian yang dilakukan Ormas tersebut dapat dikatakan sebagai wujud premanisme. Hal tersebut merupakan sebuah gaya hidup atau cara bertindak yang mengedepankan kekerasan, pemerasan, dan tindakan kriminal lainnya yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok.
Premanisme Ormas sering ditemui dalam bentuk pungutan liar, intimidasi, penguasaan lahan parkir ilegal, pengelolaan lapak tanpa izin, hingga sweeping ilegal dengan dalih menjaga ketertiban atau menegakkan norma sosial.
Hal ini pernah dialami penulis sendiri, di mana ketika setelah berbelanja di suatu minimarket penulis dimintakan uang parkir oleh suatu Ormas dengan seragam. Padahal, pihak minimarket telah membuat spanduk besar bertuliskan “PARKIR GRATIS”. Saat penulis bertanya mengapa masih dimintakan uang parkir disaat telah ada tulisan tersebut, ia menjawab “Yaelah 2 ribu gak bakalan bikin miskin gini” kemudian dilanjutkan ocehan dan teriakan pelaku tentang tidak membantu rakyat kecil.
Kejadian lain mengenai lahan parkir juga terjadi beberapa waktu yang lalu di Medan. Dalam kejadian ini sekelompok Ormas beramai-ramai mendatangi rumah makan, yakni Mie Gacoan untuk berunjuk rasa. Dilansir dari kompas.com, Ormas menggeruduk wilayah Mie Gacoan di Medan dikarenakan Ormas tersebut tidak diberikan izin untuk mengelola wilayah parkir di sana. Bahkan, parahnya mereka juga melakukan pelemparan batu dan botol.
Dampak dari hal tersebut sudah jelas merugikan pelaku usaha karena pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat sebab konsumen yang akan malas mengunjungi tempat tersebut dikarenakan tindakan yang dilakukan oleh Ormas. Selain itu, Intimidasi, pemerasan, dan kekerasan jelas sekali akan menjadi keresahan dari warga sekitar yang membuat mereka merasa tidak aman.
Banyaknya jumlah Ormas saat ini juga membuat bentrok antar Ormas sering kali terjadi. Biasanya, hal tersebut terjadi karena disebabkan oleh perebutan “wilayah kekuasaan”, kemudian bisa juga terjadi untuk menunjukkan siapa yang lebih hebat dibanding yang lainnya. Akibatnya, tidak hanya menimbulkan korban di antara kedua belah pihak Ormas, tetapi akan membuat warga merasa tempatnya tidak aman hingga yang paling parah adalah bisa saja akan menyasar warga di sekitar kejadian bentrok yang tidak tahu-menahu.
Seperti yang dilansir dari detik.news, terjadi bentrok antar kedua Ormas. Keributan 2 Ormas hingga membawa senjata tajam yang berujung bentrok dan menyebabkan kedua belah pihak mengalami luka-luka. Hal tersebut terjadi lantaran memperebutkan suatu lahan parkir yang ingin dikelola oleh salah satu Ormas. Karena tidak mau saling mengalah, kekerasan akhirnya menjadi jalan yang mereka lakukan.
Nampak jelas sekali ciri premanisme yang dilakukan kedua Ormas tersebut, yakni mengedepankan kekerasan bahkan tanpa memperdulikan keselamatan warga sekitar yang tidak ada hubungan dengan hal tersebut hanya demi sebuah lahan parkir untuk dikelola. Hal seperti ini jika tidak diberantas maka akan menjadi suatu kebiasaan yang akan dilakukan secara terus-menerus hingga akhirnya menjadi budaya.
Fenomena seperti ini juga menggambarkan kegagalan suatu negara dalam menegakkan hukum dan memberikan perlindungan terhadap masyarakat. Para aparat penegak hukum seringkali mentolerir kejadian-kejadian tersebut pada akhirnya berujung damai. Hal ini juga yang semakin mempersulit pemberantasan tindakan-tindakan premanisme yang dilakukan ormas.
Penulis: M. Zacki P. Nasution
Editor: Bintang Prakasa
0 Comments